loading...
Demonstran Amerika Serikat mendesak pembebasan Mahmoud Khalil, aktivis pro-Palestina yang ditangkap pihak imigrasi Amerika. Foto/ABC News
WASHINGTON - Salah satu kebijakan Presiden Donald Trump yang menuai kecaman para aktivis hak asasi manusia (HAM) adalah mengusir para simpatisan Palestina atau individu yang memiliki hubungan dengan gerakan pro-Palestina dari Amerika Serikat (AS).
Dalam konteks konflik Israel-Palestina, langkah Trump ini semakin menunjukkan pembelaannya yang berlebihan terhadap rezim Zionis Israel.
Bahkan, dalam langkah terbarunya, pemerintah Trump memeriksa akun media sosial para pemohon visa Amerika—yang diketahui mengkritik Israel tidak akan dibolehkan masuk Amerika.
3 Alasan Utama Trump Mengusir Para Simpatisan Palestina
1. Dukungan terhadap Israel
Menurut laporan analisis dari New York Times, keputusan mengusir para simpatisan Palestina dari Amerika Serikat sangat terkait dengan strategi Trump untuk mengamankan posisi politik di dalam negeri, terutama dengan kalangan pemilih pro-Israel yang kuat di AS.
Langkah ini juga menggarisbawahi kebijakan luar negeri yang lebih unilateral dan berpihak pada sekutu kuat Amerika, yaitu Israel, tanpa mempertimbangkan perspektif atau hak-hak Palestina.
Kebijakan luar negeri Trump yang sangat mendukung Israel sudah dimulai sejak masa kepresidenan pertamanya. Saat itu, Trump memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem setelah secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Tak lama kemudian, Trump secara sepihak mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan—wilayah Suriah yang diduduki Israel.
2. Kebijakan Imigrasi yang Ketat dan Label "Teroris" bagi Pro-Palestina
Presiden Donald Trump dikenal dengan kebijakan imigrasi yang sangat ketat, dari masa pemerintahan pertamanya dan diulangi pada pemerintahan yang sekarang.
Salah satu kebijakan tersebut adalah pembatasan terhadap warga negara dari negara-negara yang dianggap terhubung dengan kelompok "teroris" atau "radikal". Dalam konteks ini, simpatisan Palestina atau individu yang aktif mendukung agenda Palestina di luar negeri sering kali dianggap berada di sisi yang berlawanan dengan kepentingan Amerika Serikat.