REPUBLIKA.CO.ID, ABIDJAN — Pemerintah Afrika Selatan menyerukan transisi energi yang seimbang dan terjangkau. Afrika Selatan menekankan bahwa pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan harus berjalan berdampingan, bukan saling bertentangan.
“Kita harus mengintegrasikan keduanya. Kita tidak bisa membunuh ekonomi hanya demi melestarikan ekologi,” kata Menteri Sumber Daya Mineral dan Energi Afrika Selatan, Gwede Mantashe, dalam forum Africa CEO Forum di Abidjan, Selasa (13/5/2025).
Mantashe menyoroti ketimpangan tanggung jawab dalam krisis iklim global. Ia menyatakan bahwa meskipun kontribusi Afrika terhadap emisi gas rumah kaca tergolong kecil, benua tersebut justru paling merasakan dampaknya.
“Kami memiliki pajak karbon, sementara Amerika Serikat, China, dan Rusia tidak memilikinya. Kami menerapkannya karena kami berdagang dengan Uni Eropa,” ungkap Mantashe. Ia menilai hal ini sebagai beban yang tidak adil bagi Afrika.
Sebagai ketua G20 hingga November mendatang, Afrika Selatan mengusung tema Solidaritas, Kesetaraan, dan Keberlanjutan. Negara tersebut mendorong terciptanya solusi keuangan yang mendukung pertumbuhan inklusif sekaligus memenuhi komitmen iklim global.
Dalam sesi terpisah, Menteri Kelistrikan dan Energi Afrika Selatan, Kgosientsho Ramokgopa, menekankan bahwa transisi energi di Afrika harus dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar. Data dari Badan Energi Internasional menunjukkan sekitar 600 juta orang di Afrika masih belum memiliki akses listrik yang andal.
“Kami sedang bertransisi, tapi Anda tidak bisa melakukan transisi dalam kegelapan. Transisi terjadi ketika lampu menyala, ketika industri tumbuh, ketika kelaparan berkurang dan lapangan kerja terbuka. Barulah percakapan ini relevan bagi Afrika, bukan sekadar wacana elite,” ujarnya.
Forum CEO Afrika yang berlangsung selama dua hari di Abidjan mempertemukan para menteri, pelaku bisnis, dan investor dari berbagai negara. Forum ini membahas strategi investasi dan prioritas pembangunan di seluruh benua Afrika.
sumber : Reuters