REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pendakwah yang populer di kalangan milenial, Habib Husein Ja'far Al-Hadar menyoroti maraknya praktik pernikahan dini di Indonesia, meski secara hukum negara telah menetapkan batas minimal usia menikah adalah 19 tahun sehingga, pernikahan di bawah umur ini tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
"Walaupun secara struktur telah diatur bahwa tidak boleh menikah kalau umurnya belum 19 tahun, tapi secara kultur masih banyak orang-orang yang tetap menikah di bawah umur," ujar Habib Ja'far dalam acara "Sakinah Fun Walk & GAS (Gerakan Sadar) Pencatatan Nikah" di Jakarta, Ahad (6/7/2025).
Habib Ja'far menjelaskan, Islam sering dianggap membolehkan menikah di bawah umur karena salah paham soal usia Sayyidah Aisyah saat menikah dengan Nabi Muhammad SAW.
Padahal, menurut dia, berdasarkan berbagai riwayat yang kuat, Aisyah paling muda menikah di usia 12 tahun, bahkan sebagian menyebut 17 tahun.
"Seringkali Islam dianggap memperbolehkan menikah di bawah umur padahal tidak. Mengapa? Karena ada kesalahpahaman tentang usia pernikahan Nabi Muhammad dan Saida Aisyah," ucap Habib Ja'far.
Dia menegaskan, konteks zaman sangat berpengaruh dalam menentukan batas kedewasaan. “Di zaman sekarang, umur 40 tahun pun bisa saja belum dewasa secara perilaku dan emosi. Maka, syarat utama menikah adalah kesiapan lahir dan batin,” kata Habib Ja'far.
Gerakan Sadar Pencatatan Nikah (Gas Pencatatan Nikah) ini diluncurkan Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar dalam suasana Car Free Day (CFD) Jakarta. Kegiatan yang diikuti ribuan warga, terutama dari kalangan generasi muda ini, menjadi bagian dari kampanye nasional pentingnya pencatatan pernikahan.
Nasaruddin menekankan, pencatatan nikah bukan hanya sekadar urusan administratif, tapi juga fondasi legal dalam membangun ketahanan keluarga.
“Jangan sampai kita terbawa arus budaya luar yang abai terhadap pernikahan. Indonesia harus tetap menjaga nilai-nilai luhur dalam membangun keluarga,” ujar Nasaruddin.
Melalui gerakan ini, Kemenag ingin menanamkan kesadaran akan pentingnya legalitas pernikahan. Nasaruddin pun meminta seluruh jajarannya hingga tingkat KUA untuk lebih aktif mengedukasi masyarakat.
“Saya mohon betul jajaran Kementerian Agama sampai tingkat bawah ikut mengedukasi masyarakat bahwa pencatatan nikah itu bagian dari perlindungan hak suami, istri, dan anak-anak mereka,” ucap Nasaruddin.
BACA JUGA: Pengakuan 5 Tentara Israel Ini Ungkap Kengerian Perang yang Mereka Alami di Gaza
Dia mengakui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap biaya pencatatan nikah sebagai kendala. Untuk itu, Kemenag melalui Ditjen Bimas Islam menggelar program nikah massal gratis, yang mencakup semua kebutuhan pernikahan dari pakaian pengantin, rias, mahar, hingga pencatatan resmi.
“Bimas Islam baru saja memfasilitasi 100 pasangan untuk menikah secara gratis. Ke depan, kita targetkan hingga 1.000 pasangan bisa menikah dengan sah dan tercatat,” kata Nasaruddin.