REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --
Sebuah inovasi menarik dalam dunia medis baru-baru ini mengungkapkan potensi luar biasa dari sesuatu yang tampaknya sederhana yaitu sebuah swafoto atau selfie. Menurut sebuah studi terbaru dari Mass General Brigham, Amerika Serikat, analisis mendalam terhadap foto wajah menggunakan kecerdasan buatan (AI) ternyata mampu memberikan gambaran tentang "usia biologis" seseorang, sebuah konsep yang melampaui sekadar angka usia kronologis yang tercatat di akta kelahiran.
Usia biologis mencerminkan kondisi fisiologis tubuh yang sebenarnya dan terbukti memiliki korelasi signifikan dengan harapan hidup serta respons pasien terhadap pengobatan kanker. Temuan ini, yang dilansir laman Independent, menandai langkah maju yang substansial dalam personalisasi perawatan kanker berdasarkan kondisi biologis unik setiap pasien.
Para peneliti di balik studi ini menjelaskan bahwa usia biologis, yang selama ini diyakini sebagai prediktor kondisi kesehatan secara menyeluruh dan erat kaitannya dengan rentang hidup, dipengaruhi oleh interaksi kompleks antara faktor gaya hidup, seperti pola makan, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok, serta faktor genetik yang diwariskan. Namun, yang menjadi fokus utama penelitian ini adalah mengeksplorasi apakah indikator usia biologis dapat diakses hanya melalui tampilan fisik seseorang.
Pendekatan ini memiliki kemiripan konseptual dengan apa yang sering disebut oleh para dokter sebagai “tes bola mata” atau eyeball test, sebuah metode penilaian subjektif yang mengandalkan pengamatan visual terhadap pasien untuk memperkirakan kondisi kesehatan umum mereka. Misalnya, menilai apakah seorang pasien tampak cukup kuat untuk menahan kerasnya rejimen pengobatan kanker yang intensif.
Menyadari keterbatasan subjektivitas dan potensi bias dalam “tes bola mata” tradisional, para peneliti berambisi untuk mengembangkan solusi yang lebih objektif dan terukur. Mereka bertujuan untuk melampaui metode penilaian subjektif dan manual tersebut dengan menciptakan teknologi kecerdasan buatan (AI) berbasis pembelajaran mendalam (deep learning) yang memiliki kemampuan untuk mengevaluasi selfie sederhana.
Algoritma AI yang mereka kembangkan, yang diberi nama FaceAge, dilatih menggunakan dataset masif yang terdiri dari sekitar 59 ribu gambar wajah. Proses pelatihan yang ekstensif ini memungkinkan algoritma untuk mengidentifikasi pola-pola visual yang subtil dan kompleks yang berkorelasi dengan usia biologis seseorang.
"Studi kami kini menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa kita benar-benar dapat menggunakan AI untuk mengubah swafoto menjadi sumber biomarker penuaan yang nyata," kata dr Hugo Aerts, penulis korespondensi dari studi tersebut.
Ia menekankan keunggulan teknologi ini dalam hal biaya yang relatif rendah, kemudahan penggunaan berulang kali, dan potensi untuk melacak perubahan usia biologis individu dalam rentang waktu yang panjang, mencakup bulan, tahun, dan dekade. Dr Aerts menambahkan, "Dampaknya bisa sangat besar, karena kini kita punya cara untuk memantau status kesehatan pasien secara terus-menerus dengan mudah dan ini bisa membantu kita memprediksi risiko kematian atau komplikasi setelah, misalnya, operasi besar atau perawatan lain".
Potensi untuk pemantauan kesehatan jarak jauh dan berkelanjutan melalui analisis swafoto membuka peluang baru dalam manajemen kesehatan proaktif. Untuk mengilustrasikan kemampuan FaceAge dalam membedakan antara usia kronologis dan usia biologis, para peneliti memberikan contoh menarik dengan mengevaluasi potret aktor Paul Rudd dan Wilford Brimley ketika keduanya berusia 50 tahun. Hasil analisis FaceAge memperkirakan usia biologis Paul Rudd sekitar 42,6 tahun, yang secara signifikan lebih muda dari usia kronologisnya. Sebaliknya, usia biologis aktor Wilford Brimley, yang meninggal dunia pada 2020, diperkirakan mencapai 69 tahun, jauh lebih tua dari usia kronologisnya saat foto tersebut diambil. Perbedaan mencolok ini secara visual menggambarkan bagaimana individu dengan usia kronologis yang sama dapat memiliki usia biologis yang sangat berbeda, yang mencerminkan perbedaan dalam kesehatan dan laju penuaan mereka.
Lebih lanjut, studi yang dipublikasikan dalam jurnal Lancet Digital Health menguji penerapan FaceAge pada skala yang lebih besar, melibatkan ribuan pasien kanker. Dalam penelitian ini, FaceAge digunakan untuk menganalisis gambar wajah dari 6.200 pasien kanker yang diambil pada awal perawatan mereka.
Hasil analisis mengungkapkan bahwa usia biologis pasien kanker, secara rata-rata, lima tahun lebih tua daripada usia kronologis mereka. Temuan yang lebih signifikan adalah adanya korelasi antara pembacaan FaceAge yang lebih tinggi dengan hasil kelangsungan hidup yang lebih buruk di antara pasien kanker, terutama pada mereka yang memiliki perkiraan usia biologis di atas 85 tahun.
"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa model pembelajaran mendalam dapat memperkirakan usia biologis dari foto wajah dan dengan demikian meningkatkan prediksi kelangsungan hidup pada pasien kanker," kata para peneliti dalam kesimpulan studi mereka.
Dr Ray Mak, salah satu penulis senior dalam makalah tersebut, menambahkan perspektif klinis mengenai potensi aplikasi FaceAge. "Kami telah menunjukkan bahwa AI dapat mengubah foto wajah sederhana menjadi ukuran objektif usia biologis, yang dapat digunakan oleh dokter untuk memberikan perawatan yang dipersonalisasi bagi pasien, seperti memiliki titik data tanda vital lainnya," ujarnya.
Dr Mak menganalogikan FaceAge sebagai bagian lain dari teka-teki seperti tanda-tanda vital, hasil lab atau pencitraan medis yang memberikan informasi tambahan yang berharga bagi dokter dalam membuat keputusan perawatan. Namun, ia juga memberikan catatan penting mengenai peran teknologi ini dalam praktik klinis.
"Kami ingin memperjelas bahwa kami memandang alat AI seperti FaceAge sebagai alat bantu untuk memberikan dukungan pengambilan keputusan dan bukan sebagai pengganti penilaian dokter," ujarnya.
Penekanan ini penting untuk menghindari interpretasi berlebihan terhadap kemampuan AI dan memastikan bahwa keputusan medis tetap didasarkan pada penilaian holistik oleh profesional kesehatan. Meskipun temuan awal studi ini sangat menjanjikan, para peneliti menyadari bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memvalidasi dan memperluas aplikasi FaceAge.
Saat ini, berbagai penelitian sedang dilakukan untuk menilai potensi FaceAge dalam konteks kondisi atau penyakit lain di luar kanker. Selain itu, penelitian juga sedang berjalan untuk memahami bagaimana faktor-faktor eksternal seperti prosedur kosmetik atau penggunaan botoks dapat memengaruhi akurasi alat tersebut dalam memperkirakan usia biologis.