Dedi Mulyadi Dikritik, Legislator: Siswa Diberi PR atau tidak Itu Wewenang Guru, Bukan Gubernur

1 day ago 8

Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (tengah) didampingi Waki Kota Depok Supian Suri (kiri) berbincang dengan siswa saat menghadiri pelepasan peserta program Pembinaan Karakter dan Bela Negara di Markas Divisi Infanteri 1 Kostrad, Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat, Senin (9/6/2025). Dedi Mulyadi berencana memperluas cakupan program pendidikan karakter yang selama ini menyasar siswa bermasalah, dan kedepannya program ini juga akan menjangkau warga dewasa yang kerap meresahkan masyarakat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani merespons kebijakan kontroversial Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menghapus pekerjaan rumah (PR) bagi siswa. Dia menilai pemberian PR merupakan bagian dari strategi pembelajaran yang menjadi kewenangan guru, bukan gubernur.

“Guru adalah pihak yang paling memahami kebutuhan dan karakteristik siswanya. Karena itu, keputusan untuk memberikan PR atau tidak seharusnya diserahkan kepada guru, bukan dibatasi secara sepihak oleh kepala daerah,” ujar Lalu Ari melalui keterangan tertulis, Rabu (11/6/2025).

Legislator asal Dapil NTB II itu mengingatkan bahwa pendidikan bersifat kontekstual. Menurutnya, strategi belajar seperti PR bisa jadi relevan untuk sebagian siswa dalam menguatkan pemahaman materi.

“Tidak semua siswa punya kondisi belajar yang sama di rumah. Ada yang butuh penguatan lewat PR, ada juga yang tidak. Di sinilah pentingnya diskresi guru dalam menentukan metode belajar yang paling sesuai,” ujar politisi PKB tersebut.

Kebijakan penghapusan PR oleh Gubernur Dedi Mulyadi menuai beragam reaksi dari masyarakat, termasuk kalangan pendidik. Lalu Hadrian menilai bahwa semangat untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan memang baik, namun jangan sampai mengabaikan prinsip-prinsip pedagogi dan profesionalitas guru.

“Kami di Komisi X mendukung inovasi dalam dunia pendidikan, tapi inovasi itu harus tetap berpijak pada keilmuan dan masukan para praktisi pendidikan. Jangan sampai kebijakan populis justru mengebiri otonomi profesional guru,” ujar dia.

Lalu juga mendorong pemerintah pusat, khususnya Kemendikdasmen untuk memberikan pedoman yang lebih jelas soal batasan kewenangan kepala daerah dalam membuat kebijakan pendidikan di daerah.

Selain penghapusan PR, Lalu Ari juga menyoroti pemberlakuan jam masuk sekolah pukul 06.30 bagi siswa di Jawa Barat. Menurutnya, sebaiknya Dedi berkonsultasi dengan Kemendikdasmen terkait aturan pendidikan yang akan diterapkan.

Ketua DPW PKB NTB itu menegaskan bahwa pemerintah pusat dalam hal ini Kemendikdasmen sudah membuat aturan untuk semua pelayanan pendidikan. Jadi, jangan sampai kebijakan kepala daerah menabrak peraturan yang telah ditetapkan.

"Sebaiknya dikomunikasikan dengan Kemendikdasmen, sehingga tidak menimbulkan gejolak dan tidak ada aturan yang ditabrak," ujar mantan anggota DPRD NTB itu.

Read Entire Article
Politics | | | |