REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Target pertumbuhan ekonomi nasional di atas 5-6 persen dinilai tidak akan tercapai jika hanya bergantung pada satu sumber pertumbuhan. Menurut Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa, Indonesia harus bisa menggerakkan dua mesin utama ekonomi, yaitu permintaan domestik dan peran sektor swasta.
“Dalam dua puluh tahun terakhir ini, kita menyadari bahwa mesin ekonomi kita selalu timpang, satu mati, satu jalan. Ke depan kita harus jalankan dua-duanya agar ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi,” ujar Purbaya dalam acara "LPS Financial Festival" di Surabaya, berdasarkan keterangan tertulis, Kamis (7/8).
Ia menjelaskan, permintaan domestik yang terdiri atas konsumsi dan investasi masih menjadi tulang punggung pertumbuhan. Data per Juni 2025 mencatat kontribusi konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah mencapai 62,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 27,83 persen. Sementara ekspor hanya menyumbang sekitar 10–20 persen.
“Kekuatan ekonomi Indonesia berasal dari besarnya permintaan domestik. Sebab itu, dua mesin yang menggerakkan potensi domestik itu harus dioptimalkan,” kata Purbaya.
Menurutnya, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat harga komoditas sedang tinggi, peran sektor swasta sangat dominan sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 6 persen. Di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), ketika harga komoditas menurun dan pandemi Covid-19 melanda, peran pemerintah menjadi lebih besar, terutama lewat pembangunan infrastruktur.
Kini, tantangan ekonomi makin kompleks dengan gejolak geopolitik dan ketidakpastian global. Namun, Purbaya yakin, selama kedua mesin ekonomi berjalan seimbang, Indonesia tetap memiliki potensi tumbuh lebih tinggi.
“Sekarang ada program-program dari pemerintah seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih. Ini untuk menjaga stabilitas dan memang harus ada, tetapi jangan melupakan private sector,” ujarnya.
Untuk itu, ia mendorong perbankan menyalurkan pembiayaan ke sektor usaha yang digerakkan swasta, terutama UMKM. Hal ini, kata dia, akan berjalan jika ada optimisme di masyarakat.
“Kalau pun ada gonjang-ganjing, kekuatan domestik kita 80 persen. Tinggal bagaimana kita bisa menggerakkan semua mesin perekonomian di domestik,” ucapnya.
Senada dengan itu, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menambahkan, Pemkot Surabaya berupaya merakit ketahanan ekonomi lokal dengan mendorong peran UMKM. “Kami berupaya menggerakkan sekitar 2,8 juta UMKM yang mempunyai omset sekitar Rp188 miliar,” kata Eri.
Menurut Eri, aset-aset pemerintah yang sebelumnya mangkrak disulap menjadi tempat usaha seperti kafe, laundry, dan cucian motor untuk warga berpenghasilan rendah. “Jadi aset-aset menganggur bukan hanya untuk pengusaha besar, tetapi juga ke pelaku UMKM,” ujarnya.
Langkah ini diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, menyerap tenaga kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat.