Jangan Khawatirkan Rezeki

3 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tasawuf merupakan suatu jalan yang bertujuan agar seseorang selalu mendekatkan diri kepada Tuhannya. Di antara tokoh-tokoh sufi masyhur dalam sejarah Islam ialah Imam Syaqiq al-Balkhi.

Sebagai anak seorang hartawan, Syaqiq al-Balkhi sesungguhnya bisa merasakan berbagai kenikmatan duniawi secara instan. Akan tetapi, hiruk-pikuk dunia pada akhirnya tak menarik hatinya.

Kecenderungannya pada jalan sufi bermula dari perjalanan niaga yang ditempuhnya. Waktu itu, pebisnis muda nan kaya raya ini sedang menuju ke Turki untuk keperluan dagang.

Belum sampai tujuan, dirinya singgah di sebuah daerah.

Didorong rasa penasaran, Syaqiq al-Balkhi lantas memasuki sebuah kuil tempat penyembahan berhala. Di dalamnya, ia menemukan banyak sekali patung berwujud tokoh-tokoh yang hidup di masa silam.

Sementara, di depan patung-patung itu tampak puluhan rahib yang berkepala botak dan tidak berjanggut. Mereka semua sedang menyembah benda-benda tak bernyawa itu.

Syaqiq lalu menghampiri seorang dari mereka dan berkata, “Untuk apa kamu bersujud pada berhala? Padahal, kamu diciptakan oleh Zat Yang Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha kuasa. Sembahlah Allah, jangan menyembah patung-patung yang tidak memberikan manfaat ataupun mudarat kepadamu!”

Rahib yang diajaknya bicara hanya diam sesaat, lalu menjawab ringan, “Kalau benar bahwa Tuhan yang Anda sebut itu Maha Kuasa memberikan rezeki bahkan di negerimu sendiri, mengapa Anda jauh-jauh datang ke sini untuk berbisnis?”

Mendengar perkataan itu, Syaqiq terkejut. Begitu keluar dari biara itu, hatinya seperti terguncang. Baru kali ini dirinya sadar, selama ini terlalu mengejar dunia dan seolah-olah mengabaikan Allah. Padahal, Dialah Zat Yang Maha Pemberi rezeki. Sejak itu, ia berupaya zuhud terhadap dunia. Ia mulai menyelami tasawuf seutuhnya.

Pada awal-awal perjalanannya sebagai seorang sufi, Syaqiq pun menjumpai kejadian lain.

Di suatu daerah, ia berpapasan dengan seorang buruh yang asyik mengobrol dan tertawa-tawa dengan rekannya. Padahal, daerah tersebut waktu itu sedang dilanda kemarau berkepanjangan. Paceklik terjadi lama sehingga krisis ekonomi merajalela.

Syaqiq begitu heran dengan keceriaan yang tampak di wajah sang buruh. Akhirnya, ia pun menyapa dan berbicara dengannya.

“Kesenangan apa yang sedang kamu lakukan ini? Bukankah orang-orang sedang dilanda kesusahan karena paceklik?” tanyanya.

Read Entire Article
Politics | | | |