REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kadin Indonesia Aryo Djojohadikusumo mengatakan, pihaknya mendukung PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) terlibat dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
"Saya dapat info dari Dirut PNRE, mereka juga mau terlibat dalam proyek PLTN. Tentu ini merupakan hal yang menggembirakan karena PNRE akan berkontribusi dalam proyek transisi energi di Indonesia,” kata Aryo dalam keterangan di Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Indonesia berencana membangun PLTN. Sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, PLTN yang akan dibangun berkapasitas 500 megawatt. Aryo mengungkapkan sejumlah negara sudah tertarik untuk membangun PLTN di Indonesia.
Selain itu, kata dia, PT Pertamina New & Renewable Energy (PNRE) berminat untuk ikut mengembangkan proyek tersebut. Aryo menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan penjajakan untuk menjalin kerja sama pembangunan PLTN dengan Kanada dan Korea Selatan. Menurutnya, kedua negara tersebut juga mempunyai cadangan uranium yang besar, sama seperti Amerika Serikat, China dan Rusia.
"Rencana pembangunan PLTN di Indonesia menarik untuk dibahas, terutama terkait pengembangannya dalam skala kecil atau small modular reactor," ujarnya.
Aryo menambahkan, energi nuklir dinilai sebagai sumber energi yang efisien, murah, dan ramah lingkungan. Pemanfaatannya dianggap strategis untuk memperkuat ketahanan energi nasional dan mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Namun, ia menekankan pentingnya sosialisasi yang masif kepada masyarakat agar tercipta pemahaman yang menyeluruh dan menghilangkan kekhawatiran publik terkait energi nuklir.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan aturan terkait pengolahan uranium atau thorium sebagai bahan baku PLTN di Kalimantan. Adapun, potensi energi nuklir berupa uranium atau thorium itu ditemukan di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat.
Potensi uranium di Kabupaten Melawi menurut Atlas Geologi Sumber Daya Mineral dan Energi Kalimantan Barat sebesar 24.112 ton. Namun, pemanfaatan nuklir sebagai energi primer masih menunggu adanya kebijakan dari pemerintah yang didukung studi kelayakan pembangunan PLTN.
Aturan mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perizinan Instalasi Nuklir. Selain itu, pengembangan PLTN juga tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034 dan Pemerintah menargetkan PLTN pertama beroperasi pada 2032.
sumber : Antara