Pajak (ilustrasi). Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Widodo, menegaskan bahwa royalti musik ditujukan sepenuhnya untuk para pencipta karya, bukan sebagai pungutan pajak atau cukai untuk negara.
REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Kementerian Hukum Republik Indonesia (Kemenkum), melalui Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Widodo, menegaskan bahwa royalti musik ditujukan sepenuhnya untuk para pencipta karya, bukan sebagai pungutan pajak atau cukai untuk negara. Penegasan ini disampaikan untuk meluruskan pemahaman publik terkait kewajiban pembayaran royalti yang belakangan menjadi sorotan.
"Seperti yang sudah disampaikan royalti untuk pencipta, bukan lagi untuk negara. Jadi, kembali lagi kepada si pencipta karya itu sendiri," kata dia pada Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, kewajiban yang dibebankan kepada sektor pengusaha seperti hotel, restoran, dan pusat perbelanjaan untuk membayar royalti adalah bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap kreativitas musisi. "Itu bagian dari menghormati hak kreativitas seseorang. Jadi, bila teman-teman menciptakan sesuatu, pastinya ingin dihargai," ujar Widodo.
Pernyataan ini sejalan dengan upaya Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum yang sebelumnya menegaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik komersial memiliki kewajiban untuk membayar royalti. Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Kementerian Hukum, Agung Damarsasongko, mengatakan peraturan ini berlaku bahkan jika pelaku usaha sudah berlangganan layanan streaming seperti Spotify atau Apple Music.
Ia menjelaskan bahwa layanan streaming tersebut pada dasarnya bersifat personal. Namun, ketika musik diputar di ruang publik seperti kafe atau hotel, penggunaan tersebut sudah masuk dalam kategori komersial, sehingga memerlukan lisensi tambahan. Oleh karena itu, pembayaran royalti harus dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. Agung menambahkan bahwa mekanisme ini dibuat untuk memastikan hak ekonomi para pencipta lagu terlindungi dan dihargai sebagaimana mestinya.