Lewat Pleidoinya, Mbak Ita Bantah Semua Dakwaan Jaksa

18 hours ago 11

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Eks wali kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau yang biasa disapa Mbak Ita, membantah seluruh dakwaan yang dilayangkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK terhadapnya dalam kasus dugaan korupsi di lingkup Pemkot Semarang. Terdapat tiga dakwaan yang dituduhkan JPU kepada Ita.

Dakwaan pertama adalah soal proyek penunjukan langsung (PL) di 16 kecamatan di Kota Semarang Tahun Anggaran 2023. JPU mendakwa Ita, dan suaminya, Alwin Basri, menerima fee sebesar Rp2 miliar agar proyek-proyek tersebut dikerjakan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) Semarang.

"Yang pertama ada PL kecamatan. Dari pengerjaan sampai selesai, saya tidak tahu proses pihak-pihak yang mengerjakan, siapapun. Karena saya sebagai wali kota terlalu jauh struktur organisasinya," kata Ita saat membacakan pleidoinya di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Semarang, Rabu (6/8/2025).

Selain itu, Ita juga mengeklaim tidak mengetahui soal proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi sekolah dasar (SD) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBD-P) Kota Semarang Tahun Anggaran 2023. JPU mendakwa Ita dan Alwin Basri menerima uang sebesar Rp3,75 miliar dalam proyek tersebut.

Fee sebesar Rp3,75 miliar yang diperoleh Ita dan Alwin adalah bentuk imbalan karena mereka telah mengondisikan agar proyek pengadaan meja dan kursi fabrikasi SD di Pemkot Semarang diperoleh PT Deka Sari Perkasa. JPU mengungkapkan, dalam proyek tersebut, Ita dan Alwin menerima fee dari Martono selaku Ketua Gapensi Semarang sebesar Rp2 miliar. Selain itu, mereka juga memperoleh fee Rp1,75 miliar dari Rachmat Utama Djangkar selaku Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.

"Kedua, fabrikasi mebel. Proses semua ini saya juga tidak tahu. Karena semua, tadi kami sampaikan, tidak ada satu pun arahan saya untuk memberi kepada salah satu vendor atau pihak ketiga," kata Ita.

"Kemudian pada saat pengadaan di OPD (organisasi perangkat daerah), saya pun tidak pernah sekalipun dilapori atau di-update oleh kepala OPD terkait dengan perencanaan," sambung Ita.

Karena turut menerima sejumlah laporan, Ita mengatakan sempat meminta Inspektorat Kota Semarang untuk melakukan audit investigasi sebelum adanya audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Mungkin orang menuduh saya kongkalikong, tapi itu adalah sesuatu hal yang memang selalu saya jaga untuk bagaimana pekerjaan di Pemerintah Kota Semarang ini menjadi lebih baik," ucapnya.

Dakwaan ketiga yang dituduhkan JPU kepada Ita adalah soal dugaan pemerasan. Dalam kasus ini, JPU menuding Ita dan suaminya Alwin Basri telah menerima uang yang bersumber dari “iuran kebersamaan” para pegawai negeri di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang dengan total sebesar Rp3,08 miliar.

Ita memperoleh Rp1,8 miliar, sedangkan Alwin mengantongi Rp1,2 miliar. JPU mengungkapkan, uang iuran kebersamaan dari para pegawai Bapenda Kota Semarang disetorkan kepada Ita dan Alwin pada rentang triwulan IV 2022 hingga triwulan IV 2023.

"Terkait iuran kebersamaan ini, ini adalah yang paling menghabiskan energi di dalam persidangan ini," ujar Ita.

Read Entire Article
Politics | | | |