loading...
Wamenhut Rohmat Marzuki melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan, dan Ekonomi Iklim Baru Republik Demokratik Kongo, Marie Nyange Ndambodi Belem, Brasil, Selasa (11/11/2025). Foto/Dok. SindoNews
BELEM - Wakil Menteri Kehutanan Rohmat Marzuki melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan, dan Ekonomi Iklim Baru Republik Demokratik Kongo, Marie Nyange Ndambo. Pertemuan digelar di sela-sela rangkaian kegiatan KTT Iklim COP 30 di Belem, Brasil, Selasa (11/11/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Indonesia memuji Republik Demokratik Kongo dalam pengembangan pasar karbon berintegritas tinggi dan pengelolaan hutan tropis secara berkelanjutan. Indonesia mengapresiasi pembentukan Autorité de Régulation des Marchés du Carbone (ARMCA) yang menjadi tonggak penting dalam tata kelola pasar karbon nasional negara tersebut. Baca juga: 10 Negara dengan Hutan Terluas di Dunia, Indonesia Nomor Berapa?
“Ini merupakan langkah maju yang luar biasa dalam membangun pasar karbon berintegritas tinggi dan memperkuat tata kelola hutan. Indonesia menghargai kepemimpinan DRC di kawasan Basin Kongo,” kata Wamen Rohmat Marzuki.
Lebih lanjut Wamenhut menjelaskan, Indonesia terus memperkuat kebijakan pasar karbon melalui Perpres No 110/2025, yang menempatkan perdagangan karbon sebagai instrumen utama menuju pertumbuhan hijau dan ekonomi rendah karbon. Dalam kerangka tersebut, unit karbon yang dihasilkan dari solusi berbasis alam seperti reboisasi , restorasi mangrove, dan agroforestri dapat diperdagangkan secara domestik maupun internasional.
Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan ini, Indonesia tengah menyempurnakan sejumlah regulasi sektoral. Termasuk di antaranya, Revisi Peraturan No 7/2023 tentang Perdagangan Karbon di Sektor Kehutanan; Peraturan No 8/2021 tentang Zonasi dan Pengelolaan Hutan; Peraturan No 9/2021 tentang Kehutanan Sosial; serta Peraturan baru tentang pemanfaatan jasa lingkungan di kawasan konservasi. Reformasi ini mengubah nilai ekonomi karbon hutan menjadi mesin baru pertumbuhan hijau dan inklusif.
Langkah ini sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto untuk merehabilitasi 10 juta hektare lahan terdegradasi dan kritis. Hal ini sebagai bagian dari agenda nasional FOLU Net Sink 2030, di mana sektor kehutanan diharapkan menjadi penyerap bersih emisi karbon pada tahun 2030. Indonesia juga mengembangkan bioenergi berbasis kelapa sawit dengan potensi hingga 24 juta kiloliter bioethanol, yang dapat menurunkan ketergantungan impor bahan bakar hingga 50%.
Selain itu, program perhutanan sosial menjadi salah satu prioritas dalam pemberdayaan masyarakat. Hingga kini, lebih dari 8,4 juta hektare hutan sosial telah diberikan akses kelola kepada masyarakat, menciptakan 5,6 juta lapangan kerja hijau bagi 1,4 juta rumah tangga di seluruh Indonesia. Komitmen terhadap pengakuan hutan adat juga diperkuat melalui pembentukan Tim Satuan Tugas Percepatan Penetapan Hutan Adat yang telah memfasilitasi pengakuan atas 70.688 hektare, dengan target 1,4 juta hektare pada tahun 2029.













































