Tenaga Farmasi: Garda Terdepan Cegah Infeksi Cacing pada Balita dan Anak

3 hours ago 1

Image Dewi Citra Imania

Edukasi | 2025-09-21 16:55:54

Infeksi cacing, khususnya ascariasis, merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih menjadi beban di banyak wilayah dengan status sosial ekonomi rendah di Indonesia. Dikutip dari laman kemkes.go.id Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut ada 20 penyakit yang termasuk Penyakit Tropis yang Terabaikan atau Neglected Tropical Diseases (NTDs) NDTs. Namun di Indonesia ada sejumlah penyakit NDTs yang diprioritaskan antara lain filariasis, cacingan, schistosomiasis, kusta, dan frambusia. NTDs adalah Penyakit yang disebabkan oleh berbagai patogen, termasuk virus, bakteri, protozoa, dan cacing parasit.

Ilustrasi Infeksi Ascariasis Sumber: Shutterstock

Kasus tragis seperti temuan cacing pada balita berusia 4 tahun bernama Raya di Sukabumi, yang ayahnya mengidap TBC serta ibunya mengalami gangguan mental, menjadi pengingat betapa kompleksnya permasalahan ini. Raya, seorang balita yang seharusnya tumbuh sehat, justru harus menderita dan menghembuskan nafas terakhirnya dengan kondisi tubuh dipenuhi cacing gelang.

Ascariasis disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides, yang penularannya terjadi melalui rute fekal-oral. Rute fekal-oral sendiri merupakan penularan secara tidak langsung melibatkan kontaminasi tinja yang masuk ke tubuh melalui mulut, contoh dari fekal-oral ini adalah saat terdapat lalat yang hinggap pada tinja manusia lalu berpindah ke makanan yang dikonsumsi sesorang. Selain itu kontaminasi tinja itu sendiri dapat ditemukan di tanah juga, baik karena lalat yang hinggap ataupun tinja dari binatang di sekitar, oleh sebab itu penting menggunakan alas kaki saat keluar rumah. Lingkungan yang sanitasi dan higienitasnya buruk, serta perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) yang belum optimal, menjadi celah utama penularan. Anak balita sangat rentan karena kebiasaan mereka bermain di tanah, memasukkan tangan ke mulut, dan sistem kekebalan tubuh yang belum sepenuhnya matang.

Ilustrasi Ascariasis lumbricoides Sumber; Shutterstock

Dampak infeksi cacing pada balita tidak bisa dianggap remeh, selain gangguan pertumbuhan fisik akibat malabsorpsi nutrisi dan kurang gizi, infeksi cacing juga dapat memengaruhi perkembangan kognitif, menurunkan prestasi belajar, dan membuat anak lebih rentan terhadap infeksi lain. Lingkungan sosial ekonomi rendah seringkali diperparah oleh kondisi sanitasi yang minim, akses air bersih terbatas, tingkat pendidikan yang rendah, dan kurangnya kesadaran akan pentingnya kebersihan, menciptakan lingkaran setan yang sulit diputus.

Oleh karena itu, diperlukan pendekatan analitis, komunikatif, empatik, dan edukatif dalam menyikapi permasalahan ini. Pendekatan ini dapat dilakukan oleh tenaga medis yang berada di dekat masyarakat, salah satunya adalah Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

Peran Vital Tenaga Medis Farmasi

Di tengah tantangan ini, tenaga medis farmasi memegang peranan penting dalam upaya preventif dan kuratif, di antaranya:

1. Penyediaan Obat Cacing

Apoteker memastikan ketersediaan obat cacing massal yang aman, terjangkau, dan sesuai standar.

2. Edukasi Penggunaan Obat

Memberikan informasi jelas kepada orang tua tentang dosis, cara konsumsi, dan jadwal pemberian obat cacing, agar pengobatan tidak putus atau salah dosis.

3. Konseling Kesehatan

Tenaga farmasi menjadi sumber informasi terpercaya mengenai efek samping obat, cara mengatasi keluhan, hingga pencegahan reinfeksi melalui perilaku hidup bersih.

4. Pemantauan dan Surveilans

Apoteker dapat berperan dalam pencatatan serta evaluasi kepatuhan masyarakat terhadap program obat cacing massal, sehingga intervensi lebih tepat sasaran.

5. Kolaborasi Lintas Profesi

Bekerja sama dengan dokter, perawat, dan kader kesehatan untuk menyinergikan edukasi PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) di masyarakat.

Peran Penyelenggara Layanan Kesehatan, Masyarakat & Keluarga, dan Pembuat Kebijakan/Pemerintah

Di sisi lain, dukungan dari pihak penyelenggara layanan kesehatan masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah juga sangat dibutuhkan agar upaya pencegahan dan penanganan kasus cacingan di Indonesia menjadi lebih maksimal, dukungan yang dapat dilakukan antara lain:

A. Untuk Tenaga Kesehatan & Puskesmas

· Inisiasi Lokakarya PHBS untuk Ibu Balita.

· Optimalisasi Posyandu sebagai Pusat Edukasi Kesehatan Dasar.

· Pemetaan Wilayah Risiko Tinggi Ascariasis.

· Pelatihan Kader Kesehatan. Lingkungan.

B. Untuk Masyarakat & Keluarga

· Mulai dari Rumah: Praktik CTPS & Kebersihan Makanan.

· Gotong Royong Kebersihan Lingkungan RT/RW.

· Dukung Program Jamban Sehat Komunal.

· Bentuk Komunitas Peduli Kesehatan Balita.

C. Untuk Pembuat Kebijakan Daerah

· Penyusunan Perda Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.

· Alokasi Dana Khusus untuk Program Eliminasi Cacing.

· Integrasi Program Cacing dalam RPJMD Daerah.

· Kerja Sama dengan Universitas/LSM untuk Riset & Inovasi.

Mengatasi infeksi cacing tidak cukup hanya dengan memberikan obat, yang lebih penting adalah membangun kesadaran dan kepatuhan masyarakat. Di sinilah tenaga medis farmasi tampil sebagai garda terdepan untuk memastikan obat tersedia, digunakan dengan benar, dan menjadi bagian dari strategi pencegahan yang berkelanjutan.

Dengan peran aktif tenaga farmasi, kita tidak hanya mengobati, tetapi juga mencegah, melindungi balita dari ancaman cacingan, dan menyiapkan generasi sehat untuk masa depan bangsa.

Rujukan

1. Mohamed, H. A. M., et al. (2025). The impact of a community pharmacy-led deworming-related counselling service: An interventional study in a low-to-middle income country. Infectious Diseases, 10(8), 215. https://doi.org/10.3390/tropicalmed10080215

2. Cho Naing, Wong, S. T., Htet, N. H., Aung, H. H., & Whittaker, M. A. (2023). Community engagement in health services research on soil-transmitted helminthiasis in Asia Pacific region: Systematic review. PLOS Global Public Health, 3(3), e0001694. https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC10032488/

3. Armajin, L., Darmayanti, D., Nurhidayat, R., & Tamsil, F. A. (2020). Edukasi faktor risiko kecacingan dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Sekolah Pesisir Jambula. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM), 7(5). https://doi.org/10.33024/jkpm.v7i5.13630

4. World Health Organization. (2010). Working to overcome the global impact of neglected tropical diseases: First WHO report on neglected tropical diseases. Geneva: World Health Organization. https://apps.who.int/iris/handle/10665/44440

5. Rahmawati, Y., Harlita, T. D., & Yusran, D. I. (2023). Hubungan pengetahuan personal hygiene dengan infeksi cacing pada siswa sekolah dasar. Journal Health & Science: Gorontalo Journal Health and Science Community, 8(1). https://doi.org/10.35971/gojhes.v8i1.21725

6. Diana, M., Rawanita, M., & Natasha, C. A. (2023). Mass deworming program in Indonesia as a strategic tool to reduce soil-transmitted helminth (STH) burden in high-risk population: A systematic review. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 24(2). https://jurnal.usk.ac.id/JKS/article/view/37454

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |