REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengukuhkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat Buki Wibawa sebagai Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSI) periode 2025–2030. Pengukuhan itu digelar di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (4/12/2025), sekaligus menandai dimulainya kepemimpinan baru ADPSI di tengah pengetatan fiskal dan pengurangan dana transfer ke daerah.
Dalam rangkaian acara yang sama, forum juga mengukuhkan kepengurusan Asosiasi Sekretaris DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ASDEPSI). Dody Sukmayana ditetapkan sebagai Ketua ASDEPSI periode 2025–2030 dan diproyeksikan menjadi mitra strategis ADPSI dalam memperkuat dukungan kesekretariatan DPRD.
Dalam sambutannya, Tito menegaskan posisi DPRD sangat krusial dalam memastikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) benar-benar berpihak kepada kebutuhan warga. Ia meminta asosiasi DPRD memperkuat fungsi pengawasan agar program yang disetujui tidak berhenti pada seremoni belaka.
“Saya berharap banyak kepada asosiasi DPRD untuk menjalankan fungsi, baik fungsi pengawasan kepada pemerintah daerah, terutama program-program yang sudah dimasukkan dan ditetapkan dalam APBD,” ujar Tito.
Tito menekankan efisiensi harus menjadi respons utama pemerintah daerah terhadap situasi fiskal nasional. Belanja operasional pegawai yang dinilai tidak perlu diminta untuk dipangkas agar ruang anggaran dapat dialihkan ke program yang langsung menyentuh rakyat.
Di sisi pendapatan, Tito mendorong optimalisasi penerimaan daerah tanpa menambah beban masyarakat. Digitalisasi pajak daerah, menurut dia, dapat menutup kebocoran sekaligus memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Cari peluang pendapatan tanpa membebankan rakyat. Misalnya pajak hotel dan restoran yang selama ini belum terkelola baik, belum sampai ke Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda). Ini bisa menggunakan sistem elektronik atau digitalisasi,” katanya.
Tito juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah. Ia menilai putusan tersebut berpotensi menimbulkan persoalan ketatanegaraan karena masa jabatan DPRD telah ditetapkan konstitusi selama lima tahun tanpa mekanisme penjabat sementara.
“Putusan MK menyatakan agar dipisahkan antara pemilihan tingkat nasional dengan daerah, dan ada tambahan ultra petita yang tidak diminta juga dimasukkan, yaitu dilaksanakan dua tahun setelah pelantikan presiden atau pelantikan di DPR RI–DPD. Dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan,” tuturnya.
Karena itu, Tito mengingatkan perlunya regulasi lanjutan agar tidak terjadi kekosongan kursi DPRD di ratusan daerah. “Jadi kalau mengikuti keputusan MK, akan terjadi kekosongan. Kenapa? Tidak ada Pj. Aturan Pj. untuk DPRD tidak ada,” ujarnya.

1 hour ago
2











































