REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fuji Eka Permana, Muhyiddin
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan sembilan produk pangan olahan yang mengandung unsur babi. Sayangnya, produsen tidak mencantumkan unsur babi dalam kemasan.
"Terdapat sembilan batch produk yang terdiri dari tujuh produk yang sudah bersertifikat halal dan dua batch produk dari dua produk yang tidak bersertifikat halal," kata Kepala BPJPH Ahmad Haikal Hasan.
Sembilan produk pangan olahan itu meliputi tujuh produk bersertifikat halal yaitu Corniche Fluffy Jelly Marshmallow (Marshmallow Aneka Rasa Leci, Jeruk, Stroberi, Anggur) yang diproduksi oleh Sucere Foods Corporation, Philippines, dan diimpor oleh PT Dinamik Multi Sukses. Kedua, Corniche Marshmallow Rasa Apel Bentuk Teddy (Apple Teddy Marshmallow) yang juga diproduksi oleh Sucere Foods Corporation, Philippines, dan diimpor PT Dinamik Multi Sukses.
Produk ketiga, ChompChomp Car Mallow (Marshmallow Bentuk Mobil) yang diproduksi Shandong Qingzhou Erko Foodstuffs Co. Ltd., China dan diimpor PT Catur Global Sukses. Berikutnya, produk keempat adalah ChompChomp Flower Mallow (Marshmallow Bentuk Bunga) yang juga diproduksi Shandong Qingzhou Erko Foodstuffs Co Ltd., China dan diimpor PT Catur Global Sukses.
Produk kelima dengan produsen dan pengimpor yang sama yakni ChompChomp Marshmallow Bentuk Tabung (Mini Marshmallow). Selanjutnya, ada pula produk pangan olahan yaitu Hakiki Gelatin (Bahan Tambahan Pangan Pembentuk Gel) yang diproduksi PT Hakiki Donarta dan Larbee - TYL Marshmallow isi Selai Vanila (Vanilla Marshmallow Filling) yang diproduksi oleh Labixiaoxin (Fujian) Foods Industrial.
Kemudian, terdapat dua produk lainnya yang belum tersertifikasi halal, yakni China, AAA Marshmallow Rasa Jeruk yang diproduksi Chaozhou Chaoan District Yongye Foods Co., Ltd dan diimpor oleh PT Aneka Anugrah Abadi; serta SWEETME Marshmallow Rasa Cokelat yang diproduksi oleh Fujian Jianmin Food Co., Ltd., China dan diimpor oleh Brother Food Indonesia.
Berdasarkan penelusuran, Selasa (22/4/2025), beberapa jajanan anak itu masih beredar. Republika bertanya kepada penjaga toko modern di daerah Kramat Jati, Jakarta Timur apakah produk Chomp Chomp Flower Mallow (Marshmallow) belum ditarik. Penjaga toko tidak tahu dan menjawab, belum ada instruksi untuk itu.
"Belum ada instruksi untuk ditarik," kata penjaga toko modern di daerah Kramat Jati saat ditanya Republika, Selasa (22/4/2025)
CEO Halal Corner (HC) Indonesia, Aisha Maharani mengungkap penyebab mengapa produk mengandung unsur babi mendapatkan sertifikasi halal di Indonesia. Menurutnya, tidak adanya masa berlaku sertifikasi halal, sangat memudahkan pelaku usaha melakukan manipulasi data dan bahan. Apalagi sistem pengawasan belum ada jelas secara teknis dan prosedurnya.
"Tidak ada masa berlakunya sertifikasi halal seperti 'jebakan batman', seolah manis tapi malah membuka peluang kejahatan yang dilakukan oleh pelaku usaha," kata Aisha kepada Republika, Selasa (22/4/2025)
Menurut Aisha, peraturan masa berlaku sertifikasi halal harus dikembalikan ke peraturan awal, dengan masa berlaku dua tahun sekali. Sehingga bisa memastikan komitmen pelaku usaha dalam menjaga jaminan halal produknya.
Produk yang menjadi temuan mengandung unsur babi, sebagian besar adalah produk impor. Ini juga menjadi hal kritis ketika produk impor telah disertifikasi halal oleh lembaga halal luar negeri yang pengakuannya masih kurang ketat dalam kurasinya.
"Kurangnya koordinasi antara lembaga pemangku sertifikasi halal yang menjadikan peluang adanya masalah pelanggaran standar halal oleh pelaku usaha mencuat ke publik dan lolos dari pengawasan," ujar Aisha.
Pada 21 April 2025, BPJPH dan BPOM melakukan pengawasan bersama terhadap produk yang mengklaim telah bersertifikasi halal. Aisha menjelaskan, berdasarkan hasil pengawasan kedua badan tersebut ditemukan 11 batch produk dari sembilan produk pangan olahan yang mengandung unsur babi (porcine).
Temuan itu didapatkan dari pengujian laboratorium dengan parameter uji DNA dan peptida spesifik porcine. Dari sembilan temuan didapatkan tujuh produk telah mendapatkan sertifikat halal dan dua produk tidak bersertifikat halal.
BPJPH telah melakukan tindakan berupa penarikan produk dari peredaran sebagai sanksi kepada pihak produsen yang telah melanggar aturan dan perundangan sertifikasi halal di Indonesia. Untuk temuan pelanggaran prosedur sertifikasi halal, Aisha mengatakan, kasus semacam itu bukan sekadar temuan kandungan bahan saja tapi juga proses produk halal mulai dari hulu ke hilir.
Dalam PP 42 tahun 2024 (sebelumnya di PP 39/2021) BPJPH sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal memiliki peran penting dalam menerima laporan dan melakukan pengawasan. BPJPH bertugas menerima laporan dari pelaku usaha terkait perubahan bahan dan proses produk halal sebagaimana diatur dalam Pasal 50 huruf d dan Pasal 51 huruf e.
Selain itu, BPJPH juga berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan JPH, termasuk memverifikasi implementasi Sistem Jaminan Produk Halal (SJPH) oleh pelaku usaha (Pasal 5 huruf h dan Pasal 52). Sementara di lapangan, SJPH saat ini hanya sekedar template dokumentasi persyaratan sertifikasi saja bukan sebagai implementasi, bahkan di Halal Self Declare, SJPH ini ditiadakan. Hal ini mengakibatkan peran BPJPH dalam pengawasan belum optimal.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha yang ber-SH: Dalam PP Nomor 42 Tahun 2024, pelaku usaha yang sudah memiliki sertifikat halal diwajibkan untuk secara aktif melaporkan setiap perubahan bahan dan proses produk halal (PPH) kepada BPJPH (Pasal 51 huruf e).
"Dan laporan ini seharusnya diberikan secara berkala kepada LPH dan BPJPH per 6 atau 1 tahun sekali. Hal ini mencegah agar standar halal tidak diabaikan oleh pelaku usaha," ujar Aisha.