loading...
Rangkaian bencana di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh menjadi penanda bahwa ancaman serupa dapat terjadi di daerah lain. Foto/Dok.
JAKARTA - Guru Besar Teknik Geologi dan Lingkungan UGM , Prof. Dwikorita Karnawati, menegaskan bahwa kondisi atmosfer dan intensitas hujan saat ini dapat memicu kejadian ekstrem di wilayah-wilayah rawan.
Rangkaian bencana di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh menjadi penanda bahwa ancaman serupa dapat terjadi di daerah lain dengan karakter bentang alam yang mirip. “Peristiwa tersebut menunjukkan kerentanan kawasan berlereng curam, daerah yang mengalami alih fungsi lahan, serta zona tektonik aktif dengan kondisi geologi rapuh di berbagai wilayah Indonesia,” ujarnya, melansir laman UGM, Sabtu (6/12/2025).
Baca juga: Cerita Mapala USK Bertaruh Nyawa Membawa Bantuan Ke Desa yang Terisolir Bencana di Aceh
Dwikorita menjelaskan bahwa aliran debris atau campuran lumpur, batu, material kayu, dan sedimen, dapat melaju dengan kecepatan tinggi ketika hujan ekstrem mengguyur kawasan pegunungan. Material ini mampu menghantam permukiman dan infrastruktur dalam hitungan detik, sehingga masyarakat di bantaran sungai dan wilayah di bawah tebing memerlukan prioritas peringatan dan kesiapsiagaan.
Ia menekankan bahwa Peringatan Dini Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) harus diikuti penguatan kapasitas masyarakat agar dapat merespons dengan cepat dan tepat. “Aliran debris seperti ini sangat destruktif dan menuntut respons segera dari warga yang berada di zona rentan,” katanya.
Baca juga: Mendikdasmen Serukan Kebangkitan Pendidikan di Sumatera Usai Bencana
Menurut Dwikorita, data empiris BMKG menunjukkan bahwa bibit siklon dan siklon tropis cenderung meningkat setiap Desember hingga Maret atau April tahun berikutnya. Fenomena ini lebih dominan di belahan selatan bumi sehingga wilayah selatan khatulistiwa perlu berada dalam kondisi siaga terhadap cuaca ekstrem.














































