
REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Kelompok Perlawanan Palestina, Hamas menegaskan pendudukan Israel berupaya memaksakan realitas baru di lapangan yang mengungkap niatnya untuk tetap berada di Gaza dan tidak mengakhiri genosida.
Hal itu menyusul pengumuman tentara Israel tentang koridor militer baru bernama "Magen Oz", yang memisahkan Khan Younis timur dari bagian baratnya.
Pejabat senior Hamas Dr. Bassem Naim mengatakan dalam sebuah unggahan di Facebook bahwa pembentukan rute baru ini bertentangan dengan klaim Israel di meja perundingan.
Sekaligus menekankan bahwa pendudukan Israel hanya terlibat dalam negosiasi secara dangkal untuk mengelola opini domestik dan meredakan tekanan internasional.
Naim menambahkan, "Israel belum mengirimkan peta baru selama lebih seminggu, terlepas dari klaim media. Pengumuman rute baru hari ini yang membelah Khan Younis menjadi dua merupakan respons yang jelas dalam praktiknya," ujarnya, dilansir Days of Palestine, Rabu.
Pengumuman ini muncul di tengah upaya internasional yang sedang berlangsung untuk mencapai gencatan senjata sementara di Gaza.
Namun perundingan itu terhambat oleh rintangan yang diberlakukan Israel, terutama koridor “Morag”, yang memisahkan Rafah dari Khan Younis.
Serta tetap menjadi salah satu poin utama pertikaian dalam perundingan Doha.
Dengan dideklarasikannya "Magen Oz", jumlah koridor militer Israel yang membelah Gaza kini bertambah menjadi empat: Netzarim, Philadelphia, Morag, dan Magen Oz, dengan rute terbaru diperpanjang hingga 15 kilometer.
Para pengamat menggambarkan langkah ini sebagai indikasi niat Israel untuk menegakkan pembagian geografis permanen Jalur Gaza.
Tak Ada Tempat Aman di Gaza
Sementara Global Protection Group telah mengonfirmasi dalam laporan hak asasi manusia yang terperinci bahwa para lansia dan penyandang disabilitas di Jalur Gaza menghadapi kondisi yang sangat buruk.
Laporan itu menekankan bahwa “tidak ada tempat yang aman di Gaza” bagi kelompok-kelompok rentan ini di tengah agresi Israel yang sedang berlangsung.
Global Protection Group adalah jaringan internasional yang mencakup badan-badan PBB yang peduli terhadap hak asasi manusia, selain organisasi-organisasi internasional dan masyarakat sipil.
Laporan menyatakan lingkungan perlindungan bagi individu-individu ini telah hancur akibat genosida selama lebih dari 20 bulan. Akibatnya membuat Gaza tidak dapat dihuni, terutama bagi mereka yang berkebutuhan khusus dan para lansia.
Menurut data yang terdokumentasi, jumlah orang yang terluka sejak awal perang telah mencapai 134.105, termasuk lebih dari 40.500 anak-anak, yang menderita cedera langsung akibat pemboman dan operasi militer.
Laporan juga menunjukkan hampir 25% dari cedera baru mengakibatkan kecacatan permanen, yang memerlukan rehabilitasi jangka panjang dan berkelanjutan.
Di sisi lain, sistem perawatan kesehatan di Gaza sedang runtuh.
Selain itu, kelompok tersebut mencatat lebih dari 35.000 orang mengalami gangguan pendengaran yang signifikan akibat intensitas ledakan.
Kemudian 10 anak kehilangan satu atau kedua kakinya setiap hari akibat serangan udara Israel yang terus-menerus, memperburuk penderitaan satu generasi dan membahayakan masa depan mereka.
Laporan diakhiri dengan menegaskan bahwa penargetan berulang terhadap warga sipil, terutama yang paling rentan. Seperti orang lanjut usia dan penyandang disabilitas, merupakan kejahatan perang dan menuntut akuntabilitas internasional yang mendesak.
Gencatan Senjata di Ambang Kebuntuan
Sebelumnya, kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan kelompok-kelompok pejuang Palestina di ambang keuntuan. Sebab, Israel bersikukuh memenjarakan warga Gaza di wilayah sempit di Rafah.
The Times of Israel melaporkan, tidak ada kemajuan berarti yang telah dicapai dalam negosiasi sandera yang sedang berlangsung di Doha sejak Rabu.
Diplomat Arab dan sumber kedua yang mengetahui negosiasi tersebut mengatakan kepada The Times of Israel, bahwa para pejabat Palestina mengatakan bahwa perundingan tersebut hampir gagal.
Meski Israel setuju untuk meringankan beberapa tuntutannya terkait pemindahan pasukannya selama gencatan senjata 60 hari yang sedang dibahas setelah tekanan AS.
Tetapi serangkaian peta baru yang menggambarkan penarikan sebagian pasukan IDF tidak cukup untuk memuaskan Hamas, kata kedua sumber tersebut.
Peta-peta baru itu masih membayangkan Israel mempertahankan kendali atas sekitar sepertiga wilayah Gaza. Ini termasuk zona penyangga sepanjang tiga kilometer di Rafah untuk menciptakan “kota kemanusiaan” yang sangat kontroversial.
Hamas setuju untuk memperluas zona penyangga yang ingin diciptakan Israel di sepanjang perimeter Gaza dari 700 meter menjadi satu kilometer. Namun, Israel masih menuntut agar zona tersebut diperluas hingga dua kilometer.
Mila