Ilusi Kekayaan di Ujung Jari: Bahaya Judi Online Mengancam Generasi Muda

5 hours ago 4

Image Neza_

Eduaksi | 2025-06-22 11:20:58

Gambar hanya ilustrasi, Sumber: Pinterest

Teknologi berkembang sangat cepat. Dalam hitungan detik, kita dapat dengan mudah mengakses informasi, belajar, bekerja, bahkan sekadar mengobrol hanya dengan sentuhan layar. Akan tetapi, di balik berbagai fasilitas yang ditawarkan teknologi modern ini terdapat bahaya serius yang berkembang secara tersembunyi. Bahaya itu adalah maraknya praktik judi online.

Siapa yang tidak tergoda dengan janji uang instan? Apalagi di tengah tekanan ekonomi sulit, rayuan “cepat kaya” seolah menjadi jalan pintas yang menggiurkan. Tetapi kenyataannya, mereka justru terjebak dan menjadi korban kejahatan digital. Menurut data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) , jumlah pemain judi online di Indonesia naik dari 3,7 juta pada 2023 menjadi 8,8 juta di 2024. Lonjakan ini disertai maraknya pinjaman ilegal di kalangan pelaku. Perputaran dananya diperkirakan tembus Rp1.200 triliun hingga akhir 2025. Tanpa penanganan serius, dampaknya bisa merusak ekonomi dan masyarakat.

Lebih mencengangkan lagi, data terbaru yang dikeluarkan PPATK di kuartal pertama 2025 memperlihatkan fakta yang mengejutkan. Anak-anak usia 10-16 tahun saja sudah mendepositokan lebih dari Rp2,2 miliar ke situs judi online. Sementara itu, kelompok usia 17-19 tahun mencatatkan angka Rp47,9 miliar. Bahkan kelompok usia 31-40 tahun mendominasi dengan total deposit mencapai Rp2,5 triliun.

Parahnya lagi, 71,6% dari para pemain ini melakukan judi dengan nominal di bawah Rp5 juta. Mayoritas dari mereka bahkan memiliki pinjaman di luar jalur resmi seperti bank atau koperasi. Artinya, bukan hanya uang mereka yang habis, tetapi utang pun ikut menumpuk.

Data statistik memang mencengangkan, namun kisah nyata di lapangan jauh lebih memilukan. Seorang mahasiswa berusia 24 di Gowa tahun 2025 nekat menjual motor milik adiknya demi bermain judi online. Uang habis, keluarganya berantakan, dan akhirnya dia harus berhadapan dengan proses hukum. Beginilah kejamnya praktik ini yang mampu merenggut masa depan kalangan muda.

Sungguh memprihatinkan, anak muda yang seharusnya fokus untuk mempersiapkan masa depan justru sibuk mengadu nasib melalui putaran angka, kartu, atau permainan digital yang menjanjikan kemenangan semu. Di balik layar ponsel, kendali diri perlahan menghilang. Bukan keuntungan yang diperoleh, melainkan kerugian yang justru menghampiri.

Lantas, mengapa kalangan muda begitu mudah terperangkap? Penyebab paling utama adalah kemudahan akses dengan bermodalkan ponsel dan koneksi internet. Praktik ini dapat digunakan kapan saja dan di mana saja. Ditambah lagi banyak iklan yang menawarkan keuntungan besar dengan seolah-olah dapat diraih dalam sekali ketukan.

Namun, judi online bukan sekadar permainan keberuntungan. Di baliknya ada rekayasa psikologis yang sengaja dirancang untuk menciptakan kecanduan. Sistem hadiah acak, tampilan menarik, dan janji keuntungan besar membuat pemain sulit berhenti.

Bagaimana dengan dampaknya? Mulai dari stres berkepanjangan, gangguan mental, insomnia akibat kecanduan, hingga rusaknya hubungan keluarga dan lilitan utang yang mencekik. Apa yang awalnya dianggap sebagai hiburan ringan, perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang sulit untuk dilepaskan.

Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa kecanduan judi online termasuk dalam gangguan adiksi perilaku yang berdampak serius terhadap kesehatan mental. Menurut DSM-5, kondisi ini dikategorikan sebagai gambling disorder, dengan gejala seperti sulit mengendalikan dorongan berjudi, gangguan fungsi sosial, hingga penggunaan uang yang makin besar demi kepuasan semu (Kemenkes RI, 2024).

Menghadapi ancaman yang kian meluas ini, pemerintah pun bergerak melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi). Mereka telah memblokir sekitar 1,3 juta konten judi online sejak 20 Oktober 2024 hingga 23 April 2025. Selain itu, PPATK membekukan lebih dari 5.000 rekening senilai Rp600 miliar yang terkait praktik ini. Polri juga menyita aset jaringan judi online senilai Rp530 miliar. Semua langkah ini diharapkan mampu menekan penyebaran fenomena yang kian meresahkan.

Sayangnya, meskipun jutaan situs telah diblokir, judi online tetap terus menjamur karena para operator dapat membuat domain baru hanya dalam hitungan menit. Di sisi lain, para pemain juga sudah terbiasa menggunakan VPN dan link alternatif untuk mengaksesnya, sehingga upaya pemblokiran hanya menjadi langkah reaktif yang belum menyentuh akar persoalan. Ibarat memotong rumput tanpa mencabut akarnya, masalah ini akan tetap tumbuh dan kembali lagi.

Oleh karena itu, memberantas fenomena ini bukan hanya tugas pemerintah semata. Orang tua, sekolah, kampus, dan tokoh masyarakat memegang peran penting dalam memberikan edukasi dan pengawasan kepada generasi muda. Mereka perlu memahami bahaya nyata yang sedang mengintai di balik praktik ini. Kesadaran diri, dukungan keluarga, dan lingkungan yang peduli menjadi tameng utama agar anak muda tidak terjebak dalam kesenangan sesaat yang justru membawa kehancuran.

Masa depan terlalu mahal untuk dipertaruhkan demi kesenangan sesaat. Sekali masuk ke dalam jeratan judi online, keluar bukanlah perkara yang mudah.

Referensi

https://www.ppatk.go.id/siaran_pers/read/1474/promensisko-2025-menjawab-ancaman-judi-online-dan-kejahatan-digital-lewat-aksi-.html
https://regional.kompas.com/read/2025/06/03/081038478/keranjingan-judi-online-mahasiswa-di-gowa-jual-motor-adiknya-ke-polisi-di

https://kemkes.go.id/id/tingkat-candu-judi-online-seperti-zat-adiktif

https://www.komdigi.go.id/berita/siaranpers/detail/sebanyak-13-juta-konten-judi-diblokir-komdigi-bpk-perkuat-tata-kelola-ruang-digital

https://www.ppatk.go.id/siaran_pers/read/1469/ppatk-blokir-5000-rekening-terkait-judi-online-senilai-rp600-miliar-lebih-gerakan-nasional-anti-pencucian-uang-jadi-langkah-efektif-perangi-judi-online.html

https://mediahub.polri.go.id/image/detail/167984-cuci-uang-jaringan-judi-online-terbongkar-aset-rp530-miliar-disita

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |