REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov, mengatakan lonjakan permintaan MBG tahun depan berpotensi memicu inflasi pangan. Abra mengatakan pengalaman beberapa bulan terakhir harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintah.
"Ya memang ini kita harus belajar dari tiga bulan terakhir ini memang inflasi pada komoditas telur ayam, kemudian daging ayam," ujar Abra saat diskusi publik bertajuk “Outlook Sektor Pertanian 2026: Strategi Mewujudkan Kemandirian Pangan Nasional” di Restoran Tjikinii Lima, Jakarta, Kamis (4/12/2025).
Abra menyebut kenaikan harga bukan disebabkan kesalahan program MBG, melainkan adanya demand shock dan ketidaksiapan suplai. Ia menjelaskan kondisi tersebut memicu tekanan inflasi dari sisi produksi.
Menurutnya, pemerintah tidak boleh memaksakan menu yang bahan bakunya mengalami defisit. Ia menilai diversifikasi menu perlu segera dilakukan dengan melibatkan BGN, SPPG, dan para ahli gizi.
"Artinya harus ada strategi diversifikasi menu-menu untuk dimakanannya dan itu tugasnya BGN dan juga SPPG," ucap Abra.
Abra menekankan diversifikasi harus memanfaatkan bahan baku lokal yang tetap memenuhi kebutuhan nutrisi. Abra mengatakan rekomendasi ahli gizi menjadi kunci agar alternatif menu tidak mengurangi standar gizi.
"Para ahli gizi bisa merekomendasikan menu-menu alternatif dari sumber bahan baku lokal tetapi memenuhi minimum nutrisinya," lanjut Abra.
Abra memandang situasi ini sebagai momentum memberikan insentif bagi petani dan peternak melalui sistem contract farming. Abra menyebut pemerintah dapat mendorong pola kemitraan terikat agar produksi meningkat terukur.
"Maka saya membayangkan kalau misalnya pemerintah melalui BGN, dan juga Kementerian Pertanian mendorong dilakukannya secara kontrak farming," sambung Abra.
Dia menilai contract farming dapat memberi kepastian pembelian, volume peningkatan produksi, serta jangka waktu kemitraan. Menurut Abra, kepastian tersebut dapat menjadi jaminan bagi kebutuhan pembiayaan dan peningkatan kapasitas.
"Jadi petani, peternak tadi ketika sudah ada kontrak, kepastian kontrak mereka akan dibeli, butuh berapa persen peningkatannya," ungkap dia.
Abra mengakui peningkatan produksi tetap membutuhkan waktu, namun langkah awal harus segera dilakukan. Ia meyakini contract farming akan mendorong masuknya perbankan dan lembaga pendukung lain.
Selain itu, lanjut Abra, koperasi dan BUMDes dapat terlibat sebagai penguat rantai pasok dalam jangka menengah. Abra mengingatkan pemerintah tidak boleh menunda implementasi karena dampaknya dapat memperburuk inflasi.
"Tapi harus dimulai di tahun depan. Karena kalau misalkan ditunda-tunda lagi, khawatir pemerintah atau BGN yang sudah mencoba melakukan diversifikasi ternyata masih terbatas juga stoknya, nanti tetap juga akan terjadi lonjakan inflasi," ujarnya.
Ia menegaskan lonjakan inflasi bukan hanya menyulitkan pengadaan MBG, tetapi juga berdampak pada masyarakat umum sebagai konsumen. Abra mengatakan dampak inflasi bisa meluas bila stok tetap terbatas.
Menjelang periode Natal, Tahun Baru, dan Lebaran, ia memperingatkan risiko kenaikan harga komoditas peternakan. Ia menilai kombinasi momentum musiman dan permintaan MBG dapat semakin menekan inflasi.
"Itu juga bisa berisiko meningkatkan inflasi pangan kita," ucap dia.
Abra menyarankan pemerintah melakukan pemetaan neraca komoditas peternakan secara real-time. Ia mengatakan hal tersebut memungkinkan pengaturan distribusi dan produksi lebih akurat.
"Saya kira untuk strateginya memang harus dilakukan pemetaan, neraca komoditas peternakan tadi secara real-time," sambung Abra.
Ia juga menilai mekanisme kerja sama antardaerah (KAD) dapat dimaksimalkan untuk menyalurkan kelebihan pasokan ke wilayah defisit. Abra menyebut peta produksi menjadi dasar utama pengiriman antardaerah. "Jadi dengan adanya peta tadi sudah bisa menjadi potensi bagi daerah yang surplus."
Kerja sama antar daerah, kata dia, harus mencakup hilir dan hulu produksi pertanian maupun pangan. Ia menilai BUMD dapat berinvestasi di daerah yang memiliki potensi peningkatan produksi.
"Kerja sama ini bukan hanya di sisi hilir penjualan, tapi juga kerjasama dalam peningkatan produksi," lanjutnya.
Abra menambahkan BUMD di daerah pembeli juga bisa menjalin kerja sama untuk menyerap produk dari wilayah surplus. Menurutnya, skema tersebut sudah berjalan dan hanya perlu optimalisasi.
"Memang itu menjadi skema yang sudah berjalan dan tinggal dioptimalkan lagi," kata Abra.

12 hours ago
5











































