Indonesia Tegaskan Komitmen Capai FOLU Net Sink 2030

5 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Mahfudz, menegaskan komitmen Indonesia dalam upaya pengendalian perubahan iklim melalui pencapaian FOLU Net Sink 2030. Mahfudz menjelaskan, Indonesia telah menyusun berbagai strategi dan peta jalan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sesuai dengan Paris Agreement.

Strategi ini melibatkan sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Uses/FOLU) yang diproyeksikan memberikan kontribusi hampir 60 persen dari total target penurunan emisi nasional.

Indonesia, sebagai negara dengan luas kawasan hutan mencapai 125,7 juta hektare atau sekitar 63 persen dari total daratan, menempatkan sektor FOLU sebagai kunci utama dalam mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2030.

Mahfudz menjelaskan, FOLU Net Sink 2030 adalah kondisi di mana tingkat serapan karbon dari hutan dan lahan sama atau lebih tinggi dibandingkan tingkat emisi yang dihasilkan.

Kondisi ini diharapkan dapat dicapai melalui implementasi rencana operasional yang rinci dan terintegrasi, yang menjadi pedoman dalam pengelolaan setiap kegiatan kehutanan dan penggunaan lahan.

Strategi Indonesia dalam Nationally Determined Contribution (NDC) mencakup beberapa sektor utama, yakni energi, pertanian, FOLU, proses industri dan penggunaan produksi (IPPU), serta limbah. Dari sektor-sektor tersebut, FOLU menjadi yang paling dominan dalam penurunan emisi GRK.

“Atas kontribusi yang signifikan tersebut, maka upaya penanganan dan pengendalian emisi GRK di sektor kehutanan menjadi hal yang sangat penting bagi Indonesia; dan bagi upaya pengendalian perubahan iklim dalam skala global,” kata Mahfudz dalam pembukaan “Journalist Workshop on Indonesia’s FOLU Net Sink 2030”, Jumat (16/5/2025).

Mahfudz memaparkan 10 upaya utama yang menjadi fokus dalam mencapai FOLU Net Sink 2030. Pertama, pengurangan emisi dari deforestasi. Kedua, pengurangan emisi dari dekomposisi dan kebakaran gambut. Ketiga, peningkatan kapasitas hutan alam dalam menyerap karbon. Keempat, peningkatan kapasitas suksesi hutan alam. Kelima, penerapan praktik pengelolaan hutan lestari. Keenam, restorasi dan perbaikan tata air gambut.

Ketujuh, restorasi dan rehabilitasi hutan melalui penanaman pengayaan. Kedelapan, optimalisasi pemanfaatan lahan tidak produktif. Kesembilan, peningkatan produktivitas lahan dan indeks penanaman serta teknik pengolahan tanah dalam budidaya pertanian; dan ke-10 adalah pencegahan konversi lahan pertanian menjadi nonpertanian serta pengurangan kehilangan hasil pertanian dan limbah makanan.

Mahfudz menjelaskan, salah satu inovasi penting dalam strategi ini adalah standarisasi penggunaan satuan volume ukur yang sama, yakni ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e), untuk seluruh program kegiatan di sektor kehutanan. Sebelumnya, indikator kinerja menggunakan berbagai satuan seperti hektare, meter kubik, ton, dan rupiah, yang menyulitkan pengukuran dan evaluasi secara terpadu.

Mahfudz mengatakan, dengan menggunakan karbon dioksida, Indonesia dapat mengarahkan seluruh upaya mitigasi dalam satu vektor yang jelas, yakni menurunkan emisi GRK sebesar 140 juta ton CO2e pada 2030.

Mahfudz menegaskan, keberhasilan implementasi FOLU Net Sink 2030 merupakan wujud nyata komitmen Indonesia dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

“Ini bukan hanya soal target nasional, tetapi juga kontribusi kita kepada masyarakat global dan generasi mendatang,” ujarnya.

Ia menambahkan, strategi ini tidak hanya akan mengurangi emisi, tetapi juga memperbaiki fungsi hutan seperti tata air, iklim mikro, ekosistem, dan konservasi keanekaragaman hayati, sekaligus meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.

Read Entire Article
Politics | | | |