Jejak Mata Air Pegunungan, Antara Alam, Industri dan Masyarakat

3 hours ago 3

Home > Umum Wednesday, 05 Nov 2025, 14:31 WIB

Di Indonesia air tanah masih menjadi primadona, namun pengambilan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan

Kepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono bersama sejumlah pakar menyampaikan pemaparan saat diskusi ilmiah Jejak Air Pegunungan, Mata Air dan Airtanah, di Kampus ITB, Kota Bandung, Selasa (4/11/2025). Foto: Edi YusufKepala Dinas ESDM Jawa Barat, Bambang Tirtoyuliono bersama sejumlah pakar menyampaikan pemaparan saat diskusi ilmiah Jejak Air Pegunungan, Mata Air dan Airtanah, di Kampus ITB, Kota Bandung, Selasa (4/11/2025). Foto: Edi Yusuf

BANDUNG-- Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian (FITB) ITB melalui Program Studi Magister Teknik Air Tanah bersama Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) berbagi pandangan mengenai pengelolaan air tanah yang terintegrasi sebagai upaya merespons tantangan pengelolaan sumber daya air di Indonesia khususnya air tanah dan manifestasinya yaitu mata air pada acara diskusi ilmiah ‘Jejak Air Pegunungan, Mata Air dan Airtanah’ di Kampus ITB, Kota Bandung, Selasa (4/11/2025).

Dalam acara itu hadir sejumlah pakar akademisi dan sejumlah pejabat dari institusi terkait ikut memberikan tanggapan tentang pengelolaan sumber daya air tanah di Indonesia.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PAAI) Irwan Iskandar menjelaskan, di Indonesia air tanah masih menjadi primadona bagi masyarakat dan industri namun jika berlebihan akan mengakibatkan kerusakan, begitu pula pengambilan air tanah yang terkontrol dapat menjaga keberlanjutan sumber daya air tanah.

"Pengambilan air tanah yang berlebihan di suatu area dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan. Seperti, penurunan muka air tanah, dan penurunan tanah. Dengan demikian, tata kelola mulai dari perizinan, pengawasan, pembatasan debit pengambilan, serta strategi konservasi air tanah mutlak dilakukan dengan baik,” ungkap Irawan

Sementara, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Barat (Jabar) melaporkan sebanyak 2.000 titik pengeboran air tanah milik industri tidak berizin. Sedangkan 5.000 titik pengeboran air tanah lainnya telah memiliki izin operasi.

Hal ini disampaikan Kepala Dinas ESDM Jabar, Bambang Tirtoyuliono. Pihaknya memiliki laporan tiap bulan tentang jumlah titik pengeboran air tanah di Jabar. Laporan tersebut berasal dari sejumlah pemangku kepentingan dan pemerintah kabupaten dan kota.

“Tercatat ada 7.000 an titik sumur bor di Jabar. Lebih kurang 5.000 yang berizin kalau yang tidak punya izin di luar itu 2.000. Mereka yang menggunakan air tanah berasal dari kalangan industri seperti perhotelan, tekstil dan termasuk industri air minum dalam kemasan (AMDK). Mayoritas industri yang menggunakan air tanah banyak berada di wilayah Jabar bagian utara seperti Bogor dan daerah padat industri Jabar utara.” kata Bambang.

Di sisi lain, terkait definisi air tanah yang tengah menjadi perbincangan publik, Wakil Dekan Bidang Sumberdaya Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Dasapta Erwin Irawan menuturkan bahwa persepsi dan definisi tentang air tanah masih berbeda-beda. Jadi, diperlukan jenjang pendidikan dasar, yaitu dari level sarjana (S1) yang spesifik tentang air tanah, apalagi, rekrutmen tenaga kerja selalu mensyaratkan pendidikan minimal S1.

“Ketika pendidikan teknik air tanah sudah spesifik, hasil risetnya bisa menjadi acuan untuk dipahami masyarakat awam. Sudah sepantasnya program studi dan keilmuan mengenai air perlu diperkuat,” ujar Erwin.***

Image

Read Entire Article
Politics | | | |