REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Timur Tengah, Dina Sulaeman menegaskan, Konflik antara Iran dan Israel dinilai tidak bisa dilepaskan dari isu Palestina. Akar dari perseteruan kedua negara tersebut sesungguhnya adalah sikap Iran dalam perjuangan membela kemerdekaan Palestina.
Karena itu, menurut dia, konflik ini baru akan berakhir ketika Palestina benar-benar merdeka. “Saya berkali-kali ditanya sama wartawan juga, ini kapan selesainya? Ya, selesainya kalau Palestina merdeka. Karena memang tujuan akhir kebijakan luar negeri Iran adalah kemerdekaan Palestina,” kata Dina saat menjadi narasumber dalam diskusi berjuluk "Forum Kramat" di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Jumat (20/6/2025).
Dina menjelaskan, sebelum Revolusi Islam 1979, Iran justru merupakan sekutu dekat Israel dan Amerika Serikat di Timur Tengah. “Raja Iran Shah Pahlavi itu sahabat dekatnya Amerika dan Israel. Bahkan agen intel Iran, Savak, itu dilatih oleh Israel,” ucap Dina.
Namun setelah revolusi, arah kebijakan luar negeri Iran berubah total. Iran yang baru justru menjadikan pembelaan terhadap kaum mustadhafin (orang-orang tertindas) sebagai salah satu doktrin utamanya. Palestina menjadi fokus utama solidaritas ini karena rakyatnya terus mengalami penjajahan oleh Israel.
“Dulu, pidato-pidato Imam Khomeini sebelum revolusi itu selalu ngomongin soal Israel juga. Karena Israel juga dulu "menjajah Iran". Banyak kejahatan yang dilakukan Israel dan Amerika terhadap Iran, lewat agen-agennya seperti Mossad,” kata Dina.
Dari sanalah, lanjut Dina, permusuhan antara Iran dan Israel mendapatkan akar historis dan ideologis yang dalam. “Perseteruan Iran dan Israel akarnya di Palestina sebenarnya. Maka kalau Palestina merdeka, selesailah sudah konflik itu,” jelas dia.
Lebih jauh, Dina menilai alasan Israel menyerang Iran kemarin sebenarnya bukan karena program nuklir Iran, melainkan karena dukungan nyata Iran terhadap perjuangan rakyat Palestina, termasuk dukungan persenjataan kepada kelompok perlawanan seperti Hamas.
“Hamas sudah secara terbuka menyatakan, kalau tidak ada Iran, kami tidak punya rudal. Sekarang mereka sudah bisa bikin sendiri, teknologinya dari mana? Ya dari insinyur-insinyur Iran yang didatangkan,” ujar Dina.
Dia pun mengingatkan dampak yang bisa terjadi jika konflik ini terus bereskalasi, terutama bagi kawasan dan ekonomi global. Salah satunya adalah jika Iran menutup Selat Hormuz—jalur utama pengiriman minyak dunia.
“Kalau Selat Hormuz ditutup oleh Iran, sepertiga minyak dan gas dunia tidak bisa lewat. Kita bisa masuk ke dalam resesi ekonomi,” ucap dia.
BACA JUGA: Misteri Kerugian Israel Akibat Serangan Iran, Begini Pembacaan Para Pakar tentang Fakta Sebenarny
Selain itu, jika Amerika Serikat nekat menyerang Iran, tambah Dina, maka seluruh pangkalan militer Amerika Serikat di kawasan akan menjadi target balasan.
“Kalau itu diserang, ekonomi negara-negara Teluk juga akan hancur. Jadi kalau ditanya, apakah ini bisa jadi Perang Dunia Ketiga? Saya pikir enggak. Karena semua negara sekarang pasti rame-rame menekan Amerika supaya tidak menyerang Iran. Karena semua akan rugi kalau itu terjadi,” kata Dina.
sumber : Antara