Ketika Dosen UIN Lampung Bicara Sejarah Emigrasi Pertanian di Lampung

1 hour ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, PESAWARAN— “Saya menemukan banyak orang Jawa, nama-nama kampung Jawa, dan budaya Jawa di Lampung. Untuk tahu Bahasa Jawa, bisa belajar di Lampung. Di mana-mana terdengar orang berbahasa Jawa”, kata Ketua Prodi Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Intan Lampung, Dr Abd Rahmad Hamid.

Pernyataan tersebut disampaikan saat menjadi narasumber seminar yang digelar oleh Museum Ketransmigrasi Lampung dengan tema “Kajian Mata Pencaharian Masyarakat Transmigrasi”.

Kegiatan ini dilaksanakan selama tiga hari (2-4 Desember) dengan menghadirkan enam narasumber, dua di antaranya pada hari ketiga adalah Dr Abd Rahman Hamid dan Kian Amboro, M Pd.

Kegiatan dihadiri 50 peserta (dosen dan mahasiswa) dari lima kampus di Provinsi Lampung yaitu: UNILA, UM Metro, STKIP PGRI Bandar Lampung, UIN RIL, dan UM Pringsewu.

Hari ini, Abd Rahman Hamid mengisi acara dengan topik “Emigrasi Pertanian Jawa di Lampung 1902-1941”, dengan moderator Ni Putuh Galih Pratiwi, M Hum.

Berangkat dari isu tersebut, Hamid menjelaskan mengenai sejarah emigrasi pertanian Jawa di Lampung pada masa kolonial, 1902-1941.

Menurutnya, ada tiga konsep yang sering digunakan untuk menggambarkan perpindahan penduduk Jawa ke luar Jawa yaitu kolonisatie, emigratie, dan transmigratie.

“Konsep pertama punya konotasi negatif, selaran dengan konsep kolonialisme. Kalau mengikuti pilar politik etis, maka yang tepat adalah konsep emigratie (emigrasi),” terang Dr Hamid.

Menurut Hamid, program emigrasi sebagai satu solusi untuk mengatasi masalah kesejahteraan penduduk di Jawa sejak akhir abad ke-18 akibat kepadatan penduduknya.

Namun, gairah orang Jawa untuk pindah ke luar Jawa masih minim, karena mereka sangat terikat dengan tanah dan kebudayaan leluhurnya di Jawa.

Karena itulah, maka lahirlah sistem “bedol desa” dalam pemindahan penduduk, yakni memindahkan semua penduduk dari satu desa tertentu di Jawa ke luar Jawa dan ditempat di lokasi yang sama di Tanah Sabrang, sehigga mereka merasakan susana Jawa di Tanah Sabrang.

“Dengan kata lain, para emigran itu tidak terasing dari lingkungan sosial dan kebudayaan Jawa. Singkatnya, “Cut dan paste Jawa di Lampung”,” kata Dr Hamid.

Tidak cukup dengan sistem bedol desa, untuk menarik perhatian dan meyakinkan orang Jawa pindah ke Lampung, maka promosi atau propaganda sangat penting dilakukan. Hal itu dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama penyuluhan oleh aparat pemerintah di Jawa.

Kedua, emigran lama pulang kampung atau dibawa pulang oleh pemerintah untuk promosi emigrasi pertanian di Jawa, dan ketiga pemutaran film “Tanah Sabrang” karya Mannur Franken di Jawa antara 1938-1941 tentang kondisi Lampung yang tanahnya subur, hasil padinya bagus, dan sistem bawon.

Read Entire Article
Politics | | | |