Ketua Pembina Yayasan UTA Dr Rudyono Darsono: Rakyat Butuh Aksi Nyata, bukan Sekadar Monolog

3 hours ago 1
Ketua Pembina Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA) Dr Rudyono Darsono dalam podcast UTA Bicara “Gibran Persiapan Presiden 2029? Di Tengah Isu Korupsi Bapaknya yang Mendunia” yang tayang di channel Youtube, Sabtu (3/5/2025). (Foto UTA)Ketua Pembina Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA) Dr Rudyono Darsono dalam podcast UTA Bicara “Gibran Persiapan Presiden 2029? Di Tengah Isu Korupsi Bapaknya yang Mendunia” yang tayang di channel Youtube, Sabtu (3/5/2025). (Foto UTA)

REPUBLIKA.CO.ID; JAKARTA -- Wakil Presiden (Wapres) RI Gibran Rakabuming Raka belum lama ini memberikan pandangannya terkait kesiapan Indonesia menghadapi bonus demografi. Meski narasi yang dibangun melalui podcast berjudul "Giliran Kita" dengan durasi sekitar 2 menit yang diunggah Sekretariat Wakil Presiden pada 21 Mei 2025 tersebut terdengar inspiratif, namun tak sedikit nitizen juga masyarakat umum yang kemudian mengaitkan dengan upaya Gibran mendulang simpati dari rakyat Indonesia untuk persiapan 2029.

“Kalau untuk persiapan tahun 2029, saya rasa masih jauh ya. Satu hal yang harus dipikirkan oleh Gibran adalah masalah kepercayaan. Bahwa kepercayaan dari masyarakat terhadap integristas seorang pemimpin menjadi hal yang utama,” kata Ketua Pembina Yayasan Universitas 17 Agustus 1945 (UTA) Dr Rudyono Darsono dalam podcast UTA Bicara bertema “Gibran Persiapan Presiden 2029? Di Tengah Isu Korupsi Bapaknya yang Mendunia” yang tayang di channel Youtube pada Sabtu (3/5/2025).

Menurut Rudyono, rakyat saat ini membutuhkan kerja nyata, bukan sekadar monolog, video, atau narasi. “Rakyat butuh aksi nyata, jadi bagaimana memberikan kesejahteraan dan keadilan kepada rakyat Indonesia. Itu kalau mau berpikir tentang masa depan,” jelasnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Rudyono juga mengingatkan bahwa bonus demografi bukan sekadar ledakan jumlah penduduk usia produktif (15-50 tahun) dalam kurun waktu tertentu. Akan tetapi juga menyangkut kesiapan infrastruktur dan berbagai fasilitas yang memang dibutuhkan masyarakat, baik menyangkut pendidikan yang berkualitas, penciptaan lapangan kerja, kesiapan infrastruktur digital, serta perlindungan sosial bagi kelompok rentan.

Bonus demografi, lanjut Rudyono, benar-benar akan menjadi sebuah bonus bagi negara jika rakyat berusia produktif ini memiliki kecerdasan yang cukup, memiliki tingkat pendidikan yang baik dan memiliki tingkat kesehatan maupun gizi yang baik pula. “Dengan demikian mereka bisa membantu bagaimana negara membangun masa depan yang baik,” tegasnya.

Rudyono menekankan, jika ledakan jumlah penduduk usia produktif ini tidak memiliki tingkat pendidikan yang baik, tingkat kesehatan dan gizi yang baik, maka bisa jadi bonus demografi akan menjadi beban negara. “Malah bukan bonus demografi, mungkin jadi musibah demografi,” cetusnya.

Rudyono mengingatkan untuk mengatakan ledakan penduduk usia produktif sebagai bonus demografi tidak bisa dilakukan semena-mena. Sebab kalau cuma jumlahnya yang besar namun tidak berpendidikan, tidak sehat, gizi rendah, maka ini akan menjadi beban demografi dan itu yang seharusnya dipikirkan oleh negara.

Ditanya soal tanggapan nitizen terkait podcast Giliran Kita dari Gibran, Rudyono memilih tidak memberikan komentar karena apapun komentar nitizen, itu merupakan bagian dari hak asasi sebagai warga negara.

Namun, kata Rudyono, jika ada nitizen yang berkomentar negatif, pesimis bahkan sinis, bisa jadi itu berkaitan dengan kesan rakyat terhadap kepemimpinan bapak Gibran (Joko Widodo/Jokowi) di mana terlalu banyak janji yang tidak dipenuhi semasa memegang kendali negara. “Selama berkuasa, Jokowi tidak membuktikan janji-janjinya, malah yang ada penambahan hutang negara, korupsi merajalela di mana-mana, dan hukum juga semakin rusak,” katanya.

Di akhir podcast-nya, Rudyono meyakini bahwa Presiden Prabowo Subianto yang terkenal dengan tindakannya yang jelas dan tegas, sedang berjuang menghancurkan korupsi, dan membersihkan pejabat bermental korup di lingkungan sekitarnya. Dan untuk mewujudkannya, ada dua hal yang perlu dilakukan Presiden Prabowo saat ini.

“Dua hal harus dilakukan Presiden Prabowo, pertama merevolusi hukum dan bukan reformasi hukum. Karena saat ini reformasi hukum sudah tidak mempan. Harusnya merevolusi hukum, mereka yang melakukan korupsi harus dipenjara kalau perlu hukuman mati. Saya yakin rakyat akan mendukung karena mereka sebenarnyalah yang menyengsarakan rakyat dan menghancurkan NKRI,” jelasnya.

Lalu kedua, Presiden Prabowo harus mengoptimalkan semaksimal mungkin pembangunan di bidang pendidikan dan kesehatan. Sebab kalau membangun bangsa, maka yang dikuatkan adalah manusianya, SDM-nya. “Kalau hukum sudah benar, rakyat berpendidikan dan sehat maka untuk meraih Indonesia Emas 2045 bukanlah hal yang sulit. Dan Pak Prabowo masih punya waktu cukup untuk menyiapkan semuanya itu,” tandas Rudyono.

Read Entire Article
Politics | | | |