REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Kota Medan akan menjadi pusat perhatian dunia olahraga pencak silat lewat penyelenggaraan The 3rd International Indonesia Pencak Silat Open Championship 2025. Kejuaraan ini berlangsung pada 4–10 Agustus 2025 dan membawa dampak signifikan, bukan hanya di bidang olahraga, tetapi juga pada ekonomi lokal.
Untuk pertama kalinya, ajang ini digelar di luar Jakarta. Pembukaan resmi dilakukan oleh Wakil Menteri Pemuda dan Olahraga RI, Taufik Hidayat, di Gedung Serba Guna Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Senin (4/8/2025).
Taufik menyebutkan bahwa pencak silat merupakan warisan budaya bangsa Indonesia. Wamenpora menyatakan, saat ini pencak silat telah menyebar ke banyak negara, tetapi belum menjadi cabang olahraga utama di Olimpiade.
"Raihan prestasi pencak silat Indonesia sangat membanggakan," ucap Taufik, Senin.
Sebanyak 3.620 pesilat dari berbagai provinsi di Indonesia dan 20 negara ikut ambil bagian. Jumlah ini merupakan yang terbesar dalam sejarah pelaksanaan kejuaraan silat internasional di Indonesia, menjadikan Kota Medan lautan pendekar selama sepekan penuh.
Dampak langsung terasa di sektor perhotelan. Lima hotel utama yang direkomendasikan panitia yakni Hotel Madani, Mercure, Emerald Garden, Nivia, dan Grand Inna melaporkan okupansi penuh sejak awal Agustus.
Sektor UMKM juga ikut merasakan dampaknya. Sebanyak 120 pelaku usaha kecil menengah diberi kesempatan untuk membuka stan. Mereka menyewa tenda ukuran 3x3 meter lengkap dengan listrik, dengan biaya Rp 2,5 juta untuk tujuh hari.
Produk yang dijajakan pun beragam, mulai dari kuliner khas daerah, suvenir budaya, hingga perlengkapan bela diri. Transaksi terjadi padat, terutama saat jeda pertandingan, memberikan peluang besar bagi pelaku usaha lokal untuk naik kelas.
Panitia mencatat bahwa perputaran uang selama penyelenggaraan diperkirakan mencapai lebih dari Rp 17 miliar. Angka ini berasal dari belanja peserta, akomodasi, transaksi UMKM, wisata, dan sektor pendukung lainnya.
Peserta asing, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 724 orang, rata-rata menghabiskan Rp 10 juta per orang selama tujuh hari. Totalnya mencapai Rp 7,24 miliar. Sementara 2.896 peserta lokal menghabiskan sekitar Rp 1 juta per orang, dengan total Rp 2,896 miliar.
Dari sisi penonton, ada 3.000 pelajar yang hadir setiap harinya atas arahan Dinas Pendidikan Sumatera Utara, menjadikan total penonton pelajar selama tujuh hari mencapai 21.000 orang. Selain itu, warga umum yang datang diperkirakan mencapai 14.000 orang sepanjang acara.
Jika dihitung belanja rata-rata Rp 50 ribu per penonton umum, maka total perputaran uang dari sisi ini mencapai Rp 700 juta. Hal ini membuktikan bahwa antusiasme publik turut memberi kontribusi ekonomi nyata selama kejuaraan berlangsung.
Sektor UMKM diperkirakan menghasilkan pendapatan bersih sekitar Rp 2,52 miliar. Asumsinya, setiap tenant memperoleh rata-rata Rp 3 juta per hari selama tujuh hari penyelenggaraan.
Sektor perhotelan juga mencatat angka yang signifikan. Dengan asumsi lima hotel besar penuh dengan tarif rata-rata Rp 800 ribu per kamar per malam, total perputaran uang dari sektor ini diperkirakan mencapai Rp 2,8 miliar.
Transportasi lokal seperti ojek online, rental mobil, hingga layanan travel turut mendapat efek positif. Perputaran uang di sektor ini diperkirakan mencapai Rp 1 miliar selama seminggu penuh.
Total perputaran ekonomi secara konservatif diperkirakan mencapai Rp 17,156 miliar. Namun jika dihitung secara menyeluruh, termasuk vendor logistik, konsumsi panitia, media, dan sewa alat, maka potensinya bisa menembus Rp 20–30 miliar, bahkan lebih.
Kejuaraan ini membuktikan bahwa industri olahraga dapat menjadi penggerak ekonomi daerah. Bukan hanya mengangkat nama Sumatera Utara di mata dunia, tetapi juga membuka ruang bagi masyarakat untuk ikut tumbuh bersama industri olahraga yang semakin potensial.
sumber : Antara