Memahami Hikmah di Balik Takdir

9 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tema pokok surah Yunus dalam Alquran adalah iman kepada qada dan kadar-Nya Allah SWT. Mempercayai bahwa tidak ada kejadian apa pun di muka bumi kecuali sesuai dengan yang telah Allah Ta’ala tetapkan. Para ulama menasihati, “Selama takdir masih di tangan Allah, maka tenanglah.”

Tujuan iman kepada qada dan kadar adalah ketenangan hati. Dengan demikian, tidak ada prasangka buruk tentang situasi yang terjadi. Musibah apa pun terjadi bukan karena si fulan, melainkan takdir Allah.

Tidak ada pilihan bagi makhluk kecuali menerima apa-apa yang telah Allah takdirkan. Nabi Muhammad SAW menegaskan, “Ketahuilah bahwa apabila semua manusia bersepakat untuk memberikan manfaat kepadamu, mereka tidak akan bisa melakukannya kecuali apa-apa yang telah Allah tetapkan. Sebaliknya, apabila meraka bersepakat untuk menimpakan bahaya kepadamu, mereka tidak akan bisa kecuali apa-apa yang telah Allah tetapkan” (HR Turmidzi).

Adapun surah Yunus dalam Alquran mengarahkan, tugas seorang hamba Allah bukanlah mempertanyakan alasan mengapa suatu hal terjadi. Dalam menerima takdir-Nya, ia mesti ridha sepenuh hati atas apa-apa yang menimpanya. Sebab, yang telah Allah takdirkan pastilah yang terbaik.

Arahan itu tidak bermaksud mendorong seorang Mukmin untuk tidak berusaha. Secara keduniaan, ia mesti tetap melakukan dan menunjukkan ikhtiar. Sebab, tidak ada seorang pun yang mengetahui apa-apa yang telah Allah tetapkan atasnya. Namun, jika yang terjadi di luar keinginannya, maka janganlah kecewa hati. Sebab, pasti hal itu ada hikmahnya.

Ihwal mengambil hikmah itulah yang ditekankan dalam surah Yunus. Itulah mengapa, pembukaan surah tersebut berbunyi:

الٓر‌ ۚ تِلۡكَ اٰيٰتُ الۡكِتٰبِ الۡحَكِيۡمِ

“Alif laam raa, inilah ayat-ayat Alquran yang mengandung hikmah.”

Kata al-hakiim, ‘penuh hikmah’, sangat erat kaitannya dengan pesan utama surah tersebut mengenai iman kepada takdir-Nya. Bahwa dalam menjalani takdir, hamba Allah harus selalu berorientasi kepada upaya mencari hikmah di balik kejadian. Bukan justru, misalnya, mengatakan, “Seandainya aku tidak begitu, niscaya tidak terjadi ini.”

Alih-alih perkataan demikian, ucapkanlah, “Qadarullahu wa maa syaa faal.” ‘Ini takdir Allah sesuai dengan kehendak-Nya.’ Dengan sikap seperti itu, hati akan tenang dan terbebas dari kesedihan.

Mengapa demikian? Sebab, seorang hamba akan sadar bahwa jalan terakhir dalam menyikapi takdir adalah hanya bergantung kepada Allah Ta’ala. Semua kekuatan makhluk apa pun di muka bumi tidak akan pernah mampu mengubah takdir-Nya.

Kita ingat, dalam Perang Badar, sekalipun jumlah orang kafir lebih banyak, yang kemudian menang adalah kaum beriman. Itu tidak lain karena Nabi SAW dan para sahabat setelah melakukan usaha makasimal, mereka bertawakal kepada Allah.

Read Entire Article
Politics | | | |