REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Di tengah meningkatnya kesadaran global akan krisis lingkungan, Menteri Agama RI Prof Nasaruddin Umar menegaskan, pelestarian alam tidak dapat dilepaskan dari spiritualitas dan ajaran agama. Ia pun mengajak kepada seluruh umat beragama di Indonesia untuk menjaga alam sebagai amanah Tuhan.
Menurut Nasaruddin, ekoteologi bukan sekadar konsep akademik, melainkan kerangka berpikir yang menghubungkan manusia, alam, dan Tuhan.
“Kita sering bertanya apa itu ekoteologi dan bagaimana wujudnya. Ekoteologi adalah upaya memahami alam sebagai tanda keberadaan Tuhan. Dalam tradisi agama, alam disebut ayat—tanda ilahi yang mengandung pesan,” ujar Nasaruddin saat peluncuran tiga buku Ekoteologi, Peta Jalan Penguatan Moderasi Beragama, dan Trilogi Kerukunan di Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta ini menjelaskan, manusia tidak mungkin membicarakan alam tanpa menyertakan Tuhan sebagai Pencipta. Dalam perspektif ini, alam tidak semata objek fisik, tetapi realitas yang memiliki dimensi batin dan nilai spiritual.
“Alam adalah tanda keberadaan Tuhan. Karena itu, tidak mungkin kita memisahkan pembahasan lingkungan dari teologi. Kesadaran inilah yang mendasari konsep ekoteologi,” ucapnya.
Ia juga menyinggung pandangan para filsuf dan teolog, mulai dari Descartes, Plotinus, hingga Ibn Arabi, yang menggambarkan hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan. Nasaruddin menekankan pentingnya memahami konsep jawhar (substansi) dan ‘arad (penampakan), agar manusia tidak terjebak melihat alam semata sebagai bentuk fisik.
“Kalau kita sadar bahwa segala sesuatu punya batin—punya jawhar—kita tidak mungkin merusak alam. Membakar hutan sama artinya merusak tanda keberadaan Tuhan,” katanya.
Dalam sambutannya, Nasaruddin juga mengutip sejumlah tradisi besar seperti Islam, Hindu, Taoisme, dan filsafat klasik untuk menunjukkan bahwa hampir semua ajaran agama mengandung etika ekologis.
“Alam adalah partner, bukan objek. Engkau adalah aku, aku adalah engkau. Kalau engkau mati, aku mati,” jelasnya.
Nasaruddin mengapresiasi Kepala BMBPSDM Muhammad Ali Ramdhani yang meluncurkan buku pengantar ekoteologi. Ia berharap ke depan lahir karya yang lebih komprehensif untuk mengurai hubungan manusia–alam–Tuhan dalam perspektif moderasi beragama.
“Jika pemahaman puncak ini terwujud, akan muncul kesadaran global untuk menjaga bumi. Semakin cepat alam rusak, semakin cepat pula tanda-tanda kehancuran datang. Mari kita menunda kiamat dengan menjaga lingkungan,” kata Nasaruddin.
Sementara itu, Kepala Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM), Muhammad Ali Ramdhani menegaskan, peluncuran tiga buku ini merupakan bagian dari mandat besar Kementerian Agama, dan sesuai dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 244 Tahun 2025.
Menurutnya, penyusunan tiga buku ini telah melalui proses panjang, mulai dari pengumpulan data, penulisan, Focus Group Discussion (FGD), dan pembacaan ulang.
"Setiap tahapan melibatkan akademisi, peneliti, aktivis lingkungan, tokoh agama, analis kebijakan, hingga kementerian dan lembaga (K/L) lintas sektor,” ucapnya.
Kehadiran buku "Ekoteologi: Menguatkan Iman, Merawat Lingkungan" diharapkan dapat menjadi pedoman implementatif bagi Kementerian Agama dan mitra terkait, serta memperkuat kesadaran dan komitmen bersama dalam merawat hubungan harmonis manusia, Tuhan, dan alam juga sebagai rujukan komunikasi bagi berbagai program berbasis ekoteologi.
“Peluncuran ekoteologi dan peta jalan moderasi beragama ini diharapkan menjadi tonggak baru bagi Kementerian Agama dalam mengarusutamakan spiritualitas ekologis dan kerukunan lintas agama dalam pembangunan nasional,” jelasnya.

3 hours ago
4












































