REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menteri Agama RI, Prof Nasaruddin Umar meluruskan pemahaman masyarakat terkait bencana alam yang kerap disalahartikan sebagai hukuman. Menurutnya, bencana yang menimpa pulau Sumatera bukanlah sebuah azab, melainkan musibah.
Dia menjelaskan, Alquran membedakan antara azab, musibah, dan bala’. Menurutnya, Azab tidak mungkin menimpa orang beriman. Sedangkan musibah dapat menimpa siapa pun sebagai bagian dari dinamika kehidupan.
“Apa yang terjadi di Sumatra adalah musibah, bukan azab. Ini ujian bagi para korban untuk bersabar, dan ujian bagi kita: apakah kita siap berbagi untuk meringankan beban mereka,” ujar Nasaruddin dalam siaran persnya di Jakarta, Sabtu (13/12/2025).
Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta ini mengingatkan, solidaritas tidak harus menunggu seseorang berada dalam kondisi berlebih. Setiap individu, katanya, tetap dapat berkontribusi sesuai kemampuan.
“Bantuan sekecil apa pun bernilai besar jika diberikan dengan ketulusan. Yang dinilai bukan jumlahnya, tetapi keikhlasan kita membantu sesama,” ucap Nasaruddin.
Ia menambahkan, dalam konteks musibah, kesediaan untuk membantu adalah ujian moral bagi masyarakat luas. “Kalau kita tidak ikut membantu, artinya kita belum lulus dari ujian ini,” katanya.
Hal ini disampaikan Nasaruddin dalam acara Aksi Peduli Sumatra yang berlangsung di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat (12/12/2025). Dalam acara ini, Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) bersama UIN Jakarta berhasil menghimpun Rp 2,8 miliar donasi.
Kehadiran Wali Band serta tokoh lintas agama turut menguatkan gaung kegiatan tersebut. Nasaruddin menyebut kolaborasi ini sebagai model dakwah kemanusiaan yang inklusif.
“Musibah mengajarkan kita bahwa perbedaan tidak boleh menghalangi semangat menolong. Ini momentum memperkuat ukhuwah kemanusiaan dan kebangsaan,” ujarnya di hadapan ribuan peserta.
Dirjen Bimas Islam Kemenag, Abu Rokhmad menjelaskan, Aksi Peduli Sumatra merupakan wujud hadirnya negara bersama masyarakat dalam memperkuat nilai kemanusiaan. Ia menegaskan, kegiatan ini lahir dari kesadaran kolektif sebagai gerakan moral, bukan sekadar program.
“Ini kepedulian yang lahir dari hati. Bencana adalah ujian keimanan sekaligus peluang memperkuat solidaritas,” kata Abu.
Ia juga mengajak mahasiswa untuk memadukan ilmu dan adab dalam setiap tindakan sosial. Menurutnya, tanpa adab, ilmu kehilangan maknanya. Abu turut mengapresiasi deklarasi kepedulian kemanusiaan yang dibacakan tokoh lintas agama.
“Inilah Indonesia. Perbedaan justru menjadi kekuatan untuk saling menopang,” jelas Abu.

2 hours ago
2












































