Menyelami Potensi Ekowisata Birdwatching Kelas Dunia di Bumi NTB

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setiap penghujung tahun, sebuah drama alam spektakuler terjadi di belahan bumi utara. Musim dingin ekstrem dengan suhu di bawah titik beku memaksa sebagian besar makhluk hidup untuk beradaptasi.

Lingkungan yang membeku membuat serangga dan sumber pakan lain lenyap, memicu migrasi besar-besaran jutaan burung. Demi bertahan hidup dari kelaparan, kawanan burung ovipar ini terbang ribuan kilometer menuju wilayah bersuhu hangat di belahan bumi selatan.

Perjalanan panjang yang menghabiskan waktu berminggu-minggu itu bukanlah tanpa jeda. Burung-burung migran ini melintasi koridor tetap, dan salah satu "rest area" atau tempat istirahat krusial bagi mereka berada di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Daerah tropis yang dilintasi garis Wallace ini menawarkan lingkungan ideal, dengan keragaman kawasan hutan basah, padang savana, hutan mangrove, hingga rawa yang kaya akan pakan.

NTB berada persis di jalur East Asian - Australasian Flyway (EAAF). Jalur terbang ini membentang dari Rusia Timur dan Alaska, memanjang ke selatan hingga Australia dan Selandia Baru.

EAAF merupakan salah satu koridor migrasi burung terpadat di dunia, dilewati hingga 50 juta ekor burung migran setiap tahunnya. Burung dari Asia Timur umumnya melalui Tiongkok, Taiwan, Filipina, Kalimantan, Sulawesi, Sumbawa, dan Nusa Tenggara, sebelum melaju ke Benua Kanguru.

Momentum kedatangan jutaan burung migran dari utara ini sejatinya adalah sebuah potensi emas yang tersembunyi. Aktivitas pengamatan burung (birdwatching) dapat dimanfaatkan untuk memperkaya pengetahuan di bidang ekologi dan membuka peluang ekowisata baru bagi daerah NTB. Potensi ini belum banyak dilirik, padahal NTB merupakan salah satu rute tetap yang krusial.

Beberapa daerah di NTB yang menjadi langganan persinggahan burung migran antara lain ekowisata mangrove Bagek Kembar di Lombok Barat, areal perbukitan di pesisir Lombok Utara, dan Taman Nasional Moyo Satonda di Pulau Sumbawa. Lokasi-lokasi ini menawarkan lanskap indah yang menarik bagi para pengamat burung.

Pada 18-19 Oktober 2025 lalu, sekelompok anak muda yang digerakkan oleh Yayasan Paruh Bengkok Indonesia berkumpul di Bukit Nipah, Lombok Utara. Dengan teropong di tangan, mereka menengadahkan kepala ke langit, mengamati pergerakan setiap burung yang terbang di atas laut biru. Meskipun jarak burung ratusan meter, mereka piawai mengidentifikasi spesies burung apa yang sedang melintas.

Triadede, salah satu peserta pengamatan burung migran asal Lombok Tengah, menuturkan bahwa kegiatan itu adalah sarana edukasi dan rekreasi yang menyenangkan. Ia merasakan keseruan tersendiri dalam mengamati burung, sebuah aktivitas yang tak pernah ia lakukan sebelumnya seumur hidup. Ia mengaku jadi lebih tahu jenis-jenis burung yang diamati, meskipun tidak mengetahui nama ilmiahnya secara spesifik.

sumber : Antara

Read Entire Article
Politics | | | |