Numpang di Yayasan dengan Meja-Kursi Minim, SMAN 15 Depok Harus Jalankan Kebijakan KDM

10 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk menambah kuota kursi siswa baru di sekolah hingga 50 pelajar per rombongan belajar (rombel)  pada tahun ajaran 2025/2026 ini mulai dijalankan sekolah-sekolah di Jawa Barat. 

Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat SMA Negeri 15 Depok Dimas Aryo Maulana Agsha Sahkanto mengatakan, pihaknya harus melakukan penyesuaian di tengah kurangnya fasilitas kursi dan meja untuk menunjang penambahan siswa baru tersebut.

Terlebih, Dimas mengatakan, jumlah sekolah di Depok tidak sebanding dengan besarnya jumlah anak yang mendaftar. “Kan kemarin ada arahan dari Pak KDM itu, sebenarnya bisa nggak 50. Tapi karena minat di SMA di Depok itu peminatnya banyak, terutama di SMA 15, gitu dan SMA di Depok ini kan dikit ya, hanya 15 sekolah. Sedangkan SMP-nya itu 34, jadi input-output-nya itu sebenarnya nggak sesuai. Jadi, mau nggak mau, kita nerima,” ujar Dimas saat ditemui Republika di SMAN 15 Depok, Selasa (15/7/2025).

Selain fasilitas yang minim,  Dimas mengatakan, SMAN tersebut masih berada dalam satu kawasan dengan SMP dan SMK Ganesa Satria 2 Depok. Menurut dia, sejak berdiri pada 2020, SMAN ini masih belum memiliki gedung dan wilayah sendiri. Mereka selama ini harus menyewa gedung dari Yayasan Ganesa Satria. Dimas mengungkapkan, proses pembayarannya pun langsung dilakukan oleh dinas pendidikan terkait.

“Kita itu masih sewa di sini, statusnya. Dan ruangannya juga, karena kita sewanya sekian kelas, jadi kita nerima muridnya disesuaikan dengan jumlah kelasnya, gitu,” jelas Dimas..

Dimas menerangkan, SMAN 15 Depok tetap berupaya mengikuti kebijakan rombel oleh Dedi Mulyadi kepada kelas 10 di tengah kurangnya fasilitas dan kebutuhan yang ada. Selain itu, mereka harus mengeluarkan waktu dan tenaga ekstra untuk mendata dan melakukan survei ke setiap alamat rumah calon murid baru. 

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengeluarkan kebijakan baru yang tertuang dalam Keputusan Guberner Jawa Barat No. 463.1/Kep.323-Disdik/2025 Tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah ke Jenjang Pendidikan Menengah Provinsi Jawa Barat yang telah ditetapkan pada 26 Juli 2025. Dalam kebijakan tersebut, disebutkan bahwa siswa dalam satuan pendidikan menengah harus maksimal berjumlah 50 siswa per kelas. Ini merupakan salah satu langkah dari program Penanggulangan Anak Putus Sekolah (PAPS).

Dimas menjelaskan adanya survei ini juga dikarenakan sistem pada program PAPS mensyaratkan alamat siswa harus sesuai alamat sebenarnya sehingga pihak sekolah harus melakukan survei untuk memastikan domisili calon murid baru sesuai dengan data.

“Pasti guru, terutama Panitia SPMB tahun ini, ya, yang kemarin itu, kerjanya lebih ekstra, Mbak. Yang tadinya kita hanya, apa namanya, kerja berdasarkan prosedur yang udah ada, ditambah dengan PAPS ini, kita harus survei ke rumah-rumah, harus survei ke RW, untuk menanyakan, bener nggak yang bersangkutan tinggal di sini, gitu. Terus, ada berita acaranya juga yang harus ditandatangan,” jelas dia.

Read Entire Article
Politics | | | |