REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari sial tidak ada di kalender. Niatnya mencari relasi yang hangat, yang ditemukan malah penipu berkedok cinta.
Pemilik akun @ilanarue bercerita bagaimana ia ditipu jutaan rupiah setelah berkenalan dengan seseorang di aplikasi kencan Bumble. Karena merasa cocok, pertemanan mereka berlanjut di aplikasi WhatsApp.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.Semua baik-baik saja sampai pria kenalannya meminta bantuan menjadi penyedia jasa komunikasi. Pria tersebut memintanya mentransfer sejumlah uang karena ia tidak bisa melakukannya lantaran berada jauh di tengah hutan.
Setelah ditransfer, pria tersebut kembali meminta @ilanarue mentransfer uang, bahkan mendaftar pinjaman daring agar dapat mengiriminya uang. Karena curiga, ia menolak mentransfer lagi dan menyadari dirinya telah menjadi korban scamming.
Love scamming adalah salah satu modus penipuan yang banyak diterima Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti). Pelaku berkenalan dengan korban melalui berbagai platform, lalu setelah merasa cukup dekat, pelaku meminta korban mengirim sejumlah uang dengan alasan tertentu.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyebutkan 12 jam pertama menjadi waktu krusial atau penentu dana korban penipuan bisa diamankan. Dana korban akan dipindahkan atau dilarikan oleh pelaku hingga beberapa kali (multilayer) melalui berbagai platform selama periode kritis tersebut.
“Jadi 12 jam itu sebenarnya adalah critical time. Kalau lebih dari itu, akan jauh lebih sulit dana diamankan dari pelaku. Tidak bisa dibilang tidak mungkin, tapi jauh lebih sulit untuk melakukan penelusuran dan pemblokiran yang efektif,” kata Mahendra di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dana korban penipuan bisa dengan cepat berpindah dari satu rekening ke rekening lain, bahkan ke platform nonbank seperti e-commerce, dompet digital (e-wallet), hingga kripto. Semakin lama korban melapor ke Indonesia Anti Scam Centre (IASC), semakin sulit menelusuri perpindahan dana.
Karena itu, ia menekankan pentingnya kecepatan laporan sebagai kesadaran masyarakat pengguna jasa keuangan. Ia menyebutkan masyarakat yang menyampaikan laporan ke IASC dalam waktu lama biasanya tidak sadar telah menjadi korban scam. Selain itu, ada pula faktor psikologis, seperti rasa malu sehingga korban enggan melapor.
“Tidak bisa kami sampaikan apakah dijamin atau tidak dijamin. Tapi terbukti bahwa mereka yang lebih cepat melapor, probabilitas dana yang bisa diselamatkan jauh meningkat dibandingkan yang terlambat atau sudah lewat critical time,” ujar Mahendra.
Bahkan, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi menyarankan korban scam melapor dalam waktu 10 menit setelah kejadian.
“Kalau di luar negeri itu di bawah 10 menit harus sudah lapor. Di kita itu 12 jam baru melapor. Kecepatan waktu laporan sangat menentukan apakah uang bisa terkejar atau tidak,” ujar Friderica.
Ia menyayangkan banyak masyarakat Indonesia baru melapor ke IASC dalam waktu 12 jam atau bahkan lebih dari sepekan setelah kejadian. Padahal, kecepatan melapor menentukan pengembalian dana korban. “Jadi intinya, kecepatan melapor itu yang akan menentukan bisa diselamatkan atau tidak,” katanya.
Data IASC periode 22 November 2024 hingga 16 Oktober 2025 mencatat 299.237 laporan scam keuangan dengan total kerugian mencapai Rp7 triliun. Dari 487.378 rekening yang dilaporkan, hanya 94.344 rekening berhasil diblokir, dengan total dana yang diamankan mencapai Rp376,8 miliar.
Friderica mengungkapkan modus penipuan keuangan yang paling banyak digunakan adalah melalui transaksi jual-beli daring. Korban terbanyak adalah perempuan, termasuk ibu rumah tangga.
Selain itu, modus penipuan lain yang marak meliputi penipuan mengaku pihak lain (fake call), investasi palsu, penawaran kerja, hadiah palsu, dan penipuan melalui media sosial.
Ia juga mengingatkan agar perempuan tidak terjebak utang konsumtif akibat fenomena seperti YOLO (you only live once), FOMO (fear of missing out), dan FOPO (fear of other people’s opinion). Perilaku ini dapat berdampak pada pengelolaan keuangan yang tidak bijaksana, sehingga literasi keuangan menjadi sangat penting.

4 hours ago
6













































