Peran Guru BK Cegah Bullying di Sekolah Dinilai Belum Optimal

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai peran guru bimbingan dan konseling (BK) dalam mencegah perundungan di sekolah masih jauh dari optimal. Menurutnya, hal ini disebabkan oleh kapasitas dan kualitas guru BK yang belum memadai.

Ubaid mengungkapkan bahwa saat ini rasio guru BK di Indonesia mencapai 1 berbanding 500 hingga seribu. Padahal idealnya, satu guru BK hanya mampu menangani 100 siswa saja. "Masih belum optimal ya. baik dari sisi kapasitas maupun kualitas. Idealnya rasio guru BK itu 1 berbanding 100, tapi nyatanya rasio saat ini 1:500 bahkan 1000," kata Ubaid saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (13/11/2025).

Selain jumlah yang minim, kualitas dan peran guru BK juga dinilai belum maksimal dalam membantu masalah psikologis siswa. Bahkan temuan dari JPPI menemukan banyaknya kasus guru BK yang menjadi pelaku kekerasan terhadap siswa.

"JPPI sering menemukan guru BK malah terlibat dalam kasus kekerasan dan menjadi pelaku. Misalnya mereka masih sering menggunakan cara-cara kekerasan dan ancaman intimidatif utk mendisiplinkan anak," ujar Ubaid.

Lebih memprihatinkan lagi, kata Ubaid, beberapa guru BK juga terindikasi melakukan grooming terhadap anak-anak yang datang untuk konsultasi. Padahal menurut dia, guru BK seharusnya berperan sebagai pusat pencegahan perundungan sekaligus pusat kesehatan mental (Mental Health Hub) di sekolah.

"Guru BK juga banyak yang melakukan grooming terhadap anak-anak yang konsultasi padanya. Ini tren-nya di mana-mana, bukan cuma pulau Jawa. Padahal harusnya jadi 'jantung' kesehatan mental siswa," kata Ubaid.

Adapun untuk mengoptimalkan peran guru BK, Ubaid menilai perlu ada pelatihan, pemahaman, serta alokasi sumber daya yang memadai dari dinas pendidikan hingga kementerian terkait. Dengan demikian, guru BK dapat beroperasi bukan hanya sebagai pengawas tata tertib, tetapi sebagai pusat kesejahteraan mental siswa.

"Mereka memang perlu dukungan, pemahaman, dan alokasi sumber daya yang memadai dari Kepala Sekolah, Dinas Pendidikan, dan Kementerian agar dapat beroperasi sebagai Mental Health Hub," kata Ubaid.

Read Entire Article
Politics | | | |