REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peserta seleksi Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) berinisial A (20 tahun) menduga ada kecurangan penerimaan PJLP. Sehingga, ia dinyatakan tak lolos sebagai petugas keamanan wanita di Unit Pengelola Rumah Susun (UPRS) 1 KS Tubun, Jakarta Barat.
"Saya menduga ada unsur kecurangan karena dari hasil seleksi yang kami ikuti nilai saya yang terbaik, tapi malah yang nilainya di bawah saya yang lolos," kata wanita berinisial A saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (10/5/2025).
Menurut dia, UPRS 1 KS Tubun Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta hanya membuka satu posisi tenaga keamanan wanita. Sementara, ada tiga perempuan yang ikut hingga tes terakhir.
Dia mengaku, memiliki ijazah satpam, KTA satpam, sudah ikut pendidikan satpam, dan nilai kekuatan fisiknya juga bagus. "Saya memiliki keyakinan bisa lolos seleksi. Tapi, ternyata tidak masuk," kata A.
Menurut dia, seluruh peserta digabungkan dalam satu grup WhatsApp dan segalainformasi tentang seleksi ada grup tersebut. Begitu pun, hasil kelulusannya. Namun, bagi mereka yang tidak lolos langsung dikeluarkan dari grup. "Saya sudah dikeluarkan dari grup itu," kata A.
Menurut A, pengumuman dirinya tidak lolos seleksi diumumkan melalui pesan WhatsApp dan tidak diberitahukan penyebab dirinya tidak lolos menjadi anggota tenaga keamanan. "Awalnya saya bilang ini mungkin belum rezeki, tapi setelah dipikir lagi ada dugaan kecurangan," kata A.
Dia berharap agar proses seleksi perekrutan tenaga jasa keamanan bisa di ulang kembali dari awal dan dilakukan secara terbuka. Tujuannya agar tidak timbul kecurangan. A menekankan, proses seleksi perlu diulang lagi dari awal. Kalau perlu ada pihak eksternal yang dilibatkan, sehingga seleksi ini lebih adil. "Kemarin kan cuma beberapa panitia. Tertutup," ujar A.
Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menjamin rekrutmen petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) berlangsung transparan serta diawasi dan dilaporkan secara langsung. Jika menemukan ketidakberesan, bisa melaporkan ke Pemprov DKI Jakarta.
"Yang jelas saya sudah membaca komen-komen publik yang khawatir tidak berlangsung transparan. Maka saya sudah meminta untuk dilakukan secara terbuka. Dan untuk penetapannya, bukan panitia kecil yang menentukan. Tapi harus dilaporkan di dalam rapat yang dihadiri gubernur, wakil gubernur, untuk dilihat bersama," kata Pramono di Jakarta Pusat, Kamis (8/5/2025).