REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT MRT Jakarta (Perseroda) akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai hukuman maksimal bagi pegawai yang terbukti menggunakan ijazah palsu dalam proses rekrutmen. Hal itu merespons kabar salah satu karyawan MRT Jakarta menggunakan ijazah palsu.
Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta, Ahmad Pratomo mengatakan, pihaknya masih melakukan pemeriksaan internal atas dugaan penggunaan ijazah palsu oleh salah satu karyawannya. "Jika setelah proses investigasi internal terbukti karyawan bersangkutan menggunakan ijazah palsu, maka akan ditindak sesuai peraturan internal yang berlaku dengan tingkatan hukuman paling berat yaitu PHK," ujarnya di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Namun, lanjut dia, jika dalam hasil investigasi tidak terbukti adanya pelanggaran itu, manajemen akan menindak tegas pihak internal yang terbukti menyebarkan informasi keliru atau fitnah, sesuai ketentuan yang berlaku. "Kami akan melakukan investigasi terhadap karyawan yang menyebarkan berita fitnah atau keliru hingga pencemaran nama baik, dan akan ada konsekuensi berdasarkan peraturan internal," ujar Pratomo.
Sementara itu, pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat merekomendasikan sejumlah langkah strategis yang perlu segera dilakukan MRT Jakarta dalam kasus tersebut. Pertama, menyelesaikan investigasi internal secara menyeluruh dan mengumumkan hasilnya secara transparan kepada publik karena masyarakat sebagai pengguna dan pembayar pajak berhak mengetahui kebenaran kasus tersebut.
Kedua, melakukan audit ulang atas keaslian ijazah seluruh pegawai, terutama yang menduduki posisi strategis dan teknis, guna mencegah terulangnya kasus serupa. Ketiga, perbaiki sistem rekrutmen dengan verifikasi digital ke DIKTI melalui SIVIL, bukan hanya menerima fotokopi ijazah.
Selanjutnya, MRT Jakarta juga perlu menegakkan integritas sebagai syarat utama dalam proses rekrutmen dan promosi jabatan, karena kompetensi tanpa integritas hanya akan menjadi potensi moral hazard di masa depan. Kelima, melakukan komunikasi publik yang jujur, tegas, dan empatik, tidak menunggu isu membesar dan menghancurkan reputasi institusi.
Menurut dia, reputasi institusi tidak dibangun hanya dari infrastruktur yang megah, melainkan dari kepercayaan publik terhadap profesionalisme dan kejujuran para pengelolanya. "Jika MRT Jakarta gagal menanganinya dengan cepat dan terbuka, maka investasi triliunan rupiah akan sia-sia karena hilangnya kepercayaan publik adalah kerugian terbesar transportasi publik manapun," kata Achmad