Sudirman Said Ungkap Urgensi Indonesia Dipimpin Oleh Pemimpin yang Pendidik

2 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Rektor Universitas Harkat Negeri, Sudirman Said, menekankan peran vital pendidik, yakni sebagai pemimpin. Demikian pula sebaliknya, pada hakikatnya, pemimpin sekaligus juga seorang pendidik.

“Pendidik adalah pemimpin, dan alangkah hebatnya bila para pemimpin Indonesia juga berperilaku sebagai pendidik,” kata Sudirman di depan forum EDUPSY Series 1.0 di Universitas Harkat Negeri, Selasa pagi, (11/11).

Bagi Sudirman, kepemimpinan sejati bukan bertolak dari jabatan atau kekuasaan, melainkan dari pengaruh yang ditumbuhkan oleh kepercayaan dan keteladanan. Pemimpin yang mendidik, imbuhnya, adalah mereka yang menggerakkan tanpa memaksa, yang membangkitkan semangat tanpa menakut-nakuti.

Sudirman menegaskan bahwa sejatinya pemimpin dan pendidik memiliki misi yang sama. Yaitu: menumbuhkan potensi terbaik manusia. “Pemimpin sejati diikuti bukan karena posisi, tetapi karena teladan dan inspirasi," ujar dia.

Sudirman menyinggung para pendiri bangsa yang sebagian besar berawal sebagai guru. Coba cermati, Ki Hajar Dewantara, pendiri Taman Siswa, gencar memperjuangkan kemerdekaan berpikir. KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari mengajarkan nilai-nilai keislaman melalui pendidikan.

“Tan Malaka, RA Kartini, RA Kardinah, Bung Hatta, hingga Jenderal Soedirman, semua pernah mengajar, menulis, atau mendidik, bahkan sebelum mereka memimpin bangsa," kata dia.

Bangsa ini, menurut Sudirman, lahir dari ruang pendidikan. Para pendiri Republik tidak hanya memimpin (di depan), tapi juga membimbing (di tengah) bahkan mendorong (di belakang) bangsanya, untuk berpikir dan bergerak ke arah merdeka.

Dengan mengutip riset James Kouzes dan Barry Posner (1993), Sudirman menegaskan bahwa kepemimpinan bukanlah bakat bawaan, melainkan sesuatu yang bisa dipelajari, diasah, dan dikembangkan.

Sudirman menyebut lima praktik kepemimpinan yang menandai pemimpin efektif. Yakni: memberi teladan, menginspirasi visi bersama, berani keluar dari zona nyaman, memberdayakan orang lain, serta menyemangati hati dan jiwa mereka yang dipimpin. “Semua itu, sejatinya adalah ciri khas pendidik,” kata dia.

Guru yang baik bukan mengontrol, melainkan menumbuhkan. Bukan memerintah, melainkan menggerakkan. "Dalam konteks inilah kepemimpinan dan pendidikan berkelindan dalam satu napas: membentuk manusia yang merdeka, tangguh, dan berkarakter," ujar penggagas Forum Warga Negara ini.

Sudirman juga menyinggung perlunya para pendidik dan pejabat publik menanamkan nilai-nilai kepemimpinan intrinsik. Maksudnya adalah kepemimpinan yang melampaui otoritas formal dan bersandar pada integritas, kejujuran, serta tanggung jawab.

Dia mencontohkan Jenderal Soedirman yang pada usia 29 tahun diangkat menjadi panglima tertinggi karena keteladanannya, padahal berlatar guru sekolah Muhammadiyah. “Kekuatan sejati seorang pemimpin terletak pada kepribadian dan komitmennya, bukan pada pangkatnya,” ujarnya.

Read Entire Article
Politics | | | |