Sukuk Hijau Dilirik Investor, Pemerintah Didorong Perkuat Pembiayaan Berbasis Nilai

4 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah didorong memperkuat strategi pembiayaan berbasis nilai melalui penerbitan sukuk, khususnya sukuk hijau (green sukuk) dan proyek sosial. Instrumen ini dinilai kian diminati seiring meningkatnya kebutuhan pembiayaan berkelanjutan dan tekanan geopolitik global yang memengaruhi pasar obligasi konvensional.

Ekonom Kepala Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan tren global menunjukkan permintaan terhadap instrumen berbasis syariah dan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) terus meningkat. “Penerbitan global sukuk pemerintah pada 2025 mencatat kelebihan permintaan (oversubscription) hingga dua kali lipat. Ini menunjukkan potensi besar sukuk sebagai pembiayaan yang stabil dan etis,” kata Josua kepada Republika, Selasa (15/7/2025).

Pemerintah sebelumnya telah merespons risiko refinancing dari jatuh tempo SBN pandemi 2020 dengan strategi diversifikasi pembiayaan, termasuk menerbitkan obligasi dalam denominasi dolar AS dan yen. Namun, di tengah ketidakpastian suku bunga global, sukuk dinilai lebih tahan terhadap volatilitas pasar dan memiliki basis investor yang loyal.

Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/25 memproyeksikan aset keuangan syariah global akan meningkat dari 4,93 triliun dolar AS pada 2023 menjadi 7,53 triliun dolar AS pada 2028. Sektor sukuk menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan tersebut, khususnya dari negara-negara yang memperkuat kerangka pembiayaan syariah berkelanjutan.

Kepala Ekonom PEFINDO, Suhindarto, menyampaikan bahwa meskipun penerbitan surat utang korporasi meningkat, risiko gagal bayar menurun menjadi 1,26 persen per Juni 2025. Stabilitas makro dan tren penurunan suku bunga dinilai membuka ruang penguatan instrumen syariah. “Leverage perusahaan membaik, termasuk bagi penerbit sukuk,” ujarnya dalam konferensi pers, Selasa (15/7/2025).

Analis Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan PEFINDO, Danan Dito, menambahkan, pemeringkatan yang kuat terhadap sukuk mencerminkan kepercayaan investor terhadap kredibilitas dan keberlanjutan penerbit. “Pemeringkatan bukan sekadar angka, tetapi wujud kepercayaan terhadap sektor keuangan nasional yang terus tumbuh dan kian kredibel,” tuturnya.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam laporan keuangan pemerintah 2024 menegaskan pentingnya belanja APBN yang fleksibel dan responsif, terutama di tengah gejolak harga pangan, konflik global, dan pelemahan rupiah. Ia menyebut APBN harus menjadi penyangga (shock absorber) dalam menghadapi tantangan pembiayaan berkelanjutan.

“Harga minyak dunia sempat melonjak ke 91,2 dolar AS per barel, IHSG turun ke 6.726, dan inflasi menembus 10,3 persen pada Maret 2024. Namun, dengan APBN yang adaptif, kita berhasil menjaga defisit tetap rendah dan ekonomi tumbuh 5,03 persen,” ucapnya.

Karena itu, penguatan sukuk proyek, green sukuk, dan instrumen berbasis wakaf seperti cash waqf linked sukuk dinilai dapat mendiversifikasi pembiayaan negara, sekaligus memperkuat tata kelola fiskal yang berlandaskan keadilan dan keberlanjutan.

Read Entire Article
Politics | | | |