Surat Perjanjian SPPG Sleman Viral, Minta Penerima MBG Rahasiakan Jika Terjadi Kasus Keracunan

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Publik di jagat maya kembali digegerkan dengan beredarnya sebuah surat perjanjian kerja sama antara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan penerima manfaat program Makanan Bergizi Gratis (MBG). Surat tersebut mendadak menjadi sorotan usai beredar di media sosial X akun @MurtadhaOne1.

Surat yang bertanggal pada 10 September 2025 itu menuai kontroversi karena memuat klausul yang dinilai janggal dan berpotensi menutup-nutupi informasi penting, terutama jika terjadi keracunan akibat konsumsi MBG.

Ada tujuh poin perjanjian yang mengikat pihak SPPG sebagai Pihak Pertama dan sekolah penerima MBG sebagai Pihak Kedua. Isinya berbunyi :

1. PIHAK PERTAMA akan mengirimkan paket makan siang gratis kepada PIHAK KEDUA terhitung mulai Oktober 2025 sampai Oktober 2026.

2. PIHAK KEDUA akan menerima paket makan siang gratis pada titik pengantaran dan mengambil serta membagikan kepada seluruh siswa.

3. Jumlah paket makan siang disesuaikan dengan data yang telah diberikan oleh PIHAK KEDUA

4. PIHAK KEDUA diwajibkan mengembalikan alat dan tempat makan setelah siswa selesai makan sesuai dengan jumlah paket makan siang yang dikriimkan.

5. Apabila terdapat kerusakan dan atau kehilangan alat makan (tutup, tray tempat makan, dan lainnya) PIHAK KEDUA diwajibkan untuk mengganti atau membayar seharga satu paket tempat makan (Rp 80.000/pcs) sesuai dengan jumlah kerusakan atau kehilangan.

6. Apabila terjadi bencana, pengembalian alat dan tempat makan dilakukan setelah situasi stabil dengan inventarisasi terlebih dahulu oleh PIHAK KEDUA.

7. Apabila terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti dugaan keracunan, ketidaklengkapan paket makanan, atau masalah serius lainnya, PIHAK KEDUA berkomitmen untuk menjaga kerahasiaan informasi hingga PIHAK PERTAMA menemukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Kedua belah pihak sepakat untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama dengan mencari solusi terbaik demi kelangsungan program ini.

Banyak netizen yang menyoroti poin-poin tersebut, terutama pada poin ketujuh. Mereka mengaku khawatir bahwa klausul itu berpotensi membatasi transparansi publik dan melemahkan upaya evaluasi terhadap program MBG, terutama setelah sejumlah kasus keracunan yang sebelumnya menimpa ratusan siswa di DIY.

"Membaca surat di atas, ".... Merahasiakan sampai pihak pertama menemukan solusi untuk penyelesaiannya....", secara kalimat/surat kerja sama gak salah, penyelesaian bisa dengan dilakukan dengan banyak cara, dari evaluasi sampai pidana misalnya. Tentunya aturan dan hukum berlaku," komentar akun @banyuhendra3, dilihat Republika, Senin (22/9/2025).

"Curiga ada agenda mengebiri generasi emas jadi generasi keracunan? Mengapa pemerintah memaksakan dan abai dengan fakta lapangan?  Jika niat bener mengapa tidak ikuti saran BTP @basuki_btp ?," komentar akun @l_dakra.

"Jangan-jangan mau menghabisi Generasi Rakyat Kecil, kurangi penduduk, agar beban pemerintah berikutnya tidak terlalu berat," timpal akun RatnaPuspi16942.

Respons Pemda Sleman

Saat dikonfirmasi, Bupati Sleman, Harda Kiswaya, mengaku tidak mengetahui adanya surat perjanjian tersebut.  Ia menyampaikan Pemkab Sleman tidak pernah diajak berdiskusi secara resmi oleh BGN terkait teknis pelaksanaan program MBG di lapangan termasuk beredarnya surat perjanjian itu.

"Surat beredar apa? Itu juga tidak mengerti itu, ndak ngerti, karena saya tidak pernah diajak bicara," kata Harda.

Ia juga menyayangkan adanya klausul yang mendorong penerima manfaat untuk merahasiakan dugaan keracunan.

"Menurut saya nggak baik (kalau ada poin dirahasiakan -Red), evaluasi itu kan bisa dari masyarakat, bisa dari organisasinya itu yang dibentuk melalui unit-unitnya. Dan menurut saya kalau dari masyarakat jauh lebih baik, karena murni tanpa tendensi apa pun. Ya kita harus mengakui kalau ada kelemahan, harus kita perbaiki," ucapnya.

Read Entire Article
Politics | | | |