Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi.
REPUBLIKA.CO.ID, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi menegaskan, pintu diplomasi terkait program nuklir Iran tidak akan pernah tertutup. Namun kini, Araghchi menegaskan, bahwa Amerika Serikat (AS) harus mengakhiri segala ancaman militernya terhadap Iran jika ingin kembali ke jalur perundingan menegosiasikan program nuklir Teheran.
"Untuk memutuskan apakah perundingan dilanjutkan, kita pertama kali harus memastikan bahwa Washington tidak akan mengeksploitasi lagi perundingan untuk agresi militer," kata Araghchi dalam wawancara dengan CBS dilansir Mehr News.
Araghchi mengatakan, bahwa pengayaan uranium adalah industri canggih berdasarkan sains. "Jika industri ini rusak atau hancur, kami bisa dengan cepat memperbaiki kerusakan dan mengatasi kemunduran dan membuat kemajuan dari industri ini kembali. Teknologi dan pengetahuan pengayaan (uranium) tidak akan bisa dihancurkan lewat pengeboman," kata Araghchi.
"Program nuklir damai negara kami telah menjadi sumber kebanggaan dan harga diri bangsa," ujarnya menambahkan.
Dia juga menegaskan, bahwa Iran telah berhasil melalui 12 hari masa perang. Sehingga, bangsa Iran tidak akan akan dengan mudah menyerah dalam hal pengayaan uranium.
"Selama perang, kami mendemonstrasikan kekuatan kami untuk mempertahankan diri, dan kami akan melanjutkannya dalam hal adanya serangan lain."
Perang 12 hari Iran dan Israel meletus pada 13 Juni saat Israel secara mendadakan melancarkan serangkaian serangan terhadap fasilitas nuklir Iran dan pembunuhan terhadap para komandan militet dan ilmuwan nuklir. Sebanyak 606 warga sipil Iran dilaporkan ikut menjadi korban tewas dan 5.332 lainnya luka-luka.
Iran kemudian melancarkan gelombang serangan balasan lewat luncuran rudal dan drone yang menewaskan sedikitnya 29 warga Israel dan melukai 3.400 lainnya. Perang berakhir pada 24 Juni setelah gencatan senjata yang disponsori AS disepakati.