Ternyata, Pusat Data AI Sedot Air Ratusan Miliar Liter per Tahun

1 hour ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ledakan penggunaan kecerdasan artifisial (AI) mendorong lonjakan jejak lingkungan global, dari emisi karbon hingga konsumsi air. Sepanjang 2025, kebutuhan air untuk menjalankan sistem AI diperkirakan setara dengan konsumsi industri air minum kemasan dunia.

Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Patterns dan dikutip Euronews menemukan pusat data yang menjalankan AI menghasilkan emisi karbon sekitar 32,6 juta hingga 79,7 juta ton karbon dioksida sepanjang 2025. Angka ini setara dengan emisi Kota New York yang mencapai 52,2 juta ton karbon dioksida pada 2023.

Pada batas terendah, emisi pusat data AI bahkan sedikit lebih tinggi dibanding emisi Norwegia pada 2023 yang tercatat 31,5 juta ton karbon dioksida. Pusat data tersebut menampung peladen yang menjalankan komputasi awan, streaming video, dan sistem AI berskala besar.

Kebutuhan energi pusat data terus meningkat seiring lonjakan permintaan AI, dan berdampak langsung pada konsumsi air untuk sistem pendinginan. Peladen mudah mengalami panas berlebih dan mengandalkan air sebagai komponen utama pengendali suhu.

Dalam laporan berjudul "The carbon and water footprints of data centers and what this could mean for artificial intelligence", disebutkan konsumsi air AI pada 2025 setara dengan penggunaan air minum kemasan global, yakni sekitar 312,5 miliar hingga 764,6 miliar liter. Air digunakan baik secara langsung untuk pendinginan maupun tidak langsung melalui pembangkit listrik, termasuk tenaga air.

Penelitian itu mencatat penggunaan air secara tidak langsung bisa mencapai empat kali lipat dibanding penggunaan langsung. Namun, keterbukaan data masih menjadi persoalan karena perusahaan teknologi besar enggan merinci konsumsi air dan energi pusat data mereka.

“Biaya lingkungan untuk ini sangat besar secara nilai absolut, saat ini masyarakat yang menanggung biaya ini bukan perusahaan teknologi, pertanyaannya adalah apakah ini adil? Mereka mengambil banyak keuntungan dari teknologi ini, mengapa mereka tidak membayar sebagian biayanya,” kata penulis laporan Alex de Vries-Gao, seperti dikutip The Guardian.

De Vries-Gao menyebut ini sebagai estimasi pertama yang secara khusus menghitung dampak AI terhadap konsumsi air. Hasilnya menunjukkan penggunaan air pusat data tiga kali lipat lebih besar dari perkiraan sebelumnya.

International Energy Agency (IEA) sebelumnya mengungkapkan kebutuhan listrik pusat data yang berfokus pada AI setara dengan smelter aluminium, salah satu industri paling boros energi. IEA juga memproyeksikan konsumsi listrik pusat data akan meningkat dua kali lipat pada 2030.

Direktur advokasi lembaga non-profit Foxglove, Donald Campbell, menilai temuan ini memperkuat fakta bahwa masyarakat menanggung biaya lingkungan yang seharusnya dibayar oleh pelaku industri teknologi. “Hal terburuknya, tampaknya ini hanya puncak gunung es, kegilaan pembangunan pusat data yang didorong AI baru saja dimulai,” kata Campbell.

Campbell menambahkan, satu pusat data hiperskala dapat menghasilkan emisi setara beberapa bandara internasional. Inggris, menurutnya, merencanakan pembangunan 100 hingga 200 fasilitas serupa dalam beberapa tahun ke depan.

IEA juga mencatat pusat data AI yang saat ini dibangun akan membutuhkan listrik setara konsumsi dua juta rumah tangga. Amerika Serikat menjadi konsumen listrik pusat data terbesar dunia dengan porsi sekitar 45 persen, disusul Cina 25 persen dan Eropa 15 persen.

Dalam risetnya, de Vries-Gao menelaah laporan keberlanjutan sembilan perusahaan teknologi besar dan menemukan tingkat transparansi yang rendah. Tidak satu pun perusahaan melaporkan metrik lingkungan spesifik AI, meski teknologi ini menjadi pendorong utama kenaikan konsumsi listrik global dalam beberapa tahun terakhir.

De Vries-Gao mengakui masih terdapat ketidakpastian dalam perhitungannya karena perusahaan tidak memisahkan aktivitas AI dari komputasi non-AI. “Operator-operator pusat data harus terbuka untuk meningkatkan akurasi perkiraan dan bertanggung jawab atas dampak lingkungan AI yang semakin besar,” ujarnya.

Meski tanpa pelaporan khusus AI, perusahaan seperti Google, Meta, dan Microsoft mencatat lonjakan signifikan konsumsi listrik pada 2023 dan 2024, yang mereka kaitkan langsung dengan ekspansi AI. Penelitian ini mendorong lahirnya kebijakan baru yang mewajibkan pengungkapan metrik lingkungan tambahan, termasuk lokasi pusat data AI, skala operasinya, serta efektivitas penggunaan air di tiap fasilitas.

Read Entire Article
Politics | | | |