REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (Undip) Yan Wisnu Prajoko mengaku, tidak mengetahui biaya operasional pendidikan (BOP) dalam penyelengaraan PPDS Anestesiologi Undip. Menurutnya, biaya resmi yang diharus dibayarkan mahasiswa PPDS hanya Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI).
Hal itu disampaikan Yan Wisnu ketika dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan perundungan dan pemerasan almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesiologi Undip, di Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Rabu (9/7/2025). Dalam persidangan, salah satu hal yang ditanyakan majelis hakim adalah soal BOP.
Dalam persidangan-persidangan sebelumnya, terungkap bahwa seluruh mahasiswa PPDS Anestesi Undip harus membayar BOP sebesar Rp80 juta. BOP digunakan antara lain untuk membayar ujian-ujian yang harus dijalani mahasiswa PPDS Anestesiologi.
Dalam keterangannya, Yan Wisnu mengaku tidak mengetahui soal pungutan BOP kepada para mahasiswa PPDS Anestesi. "Saya tahu (soal BOP) sejak di-BAP. Yang memberi tahu penyidik Polda (Jawa Tengah)," kata dia.
Yan Wisnu mengungkapkan, biaya resmi yang harus dibayarkan mahasiswa PPDS Anestesiologi hanya SPI dan UKT. "Biaya semester Rp15 juta dan SPI Rp25 juta," ujarnya.
Dia menambahkan, biaya pendidikan resmi tersebut harus dibayarkan via transfer ke rekening universitas. Yan Wisnu menekankan, biaya terkait pendidikan tidak diperkenankan disetorkan kepada staf universitas.
Ia menjelaskan, semua ujian yang diselenggarakan kampus, pembiayaannya ditanggung universitas. Hal itu termasuk honor bagi pengawas dan pembimbing ujian. "Pembayarannya nanti satu semester," ucapnya.
Kendati demikian, Yan Wisnu mengakui biaya ujian yang diselenggarakan kolegium belum tercakup dalam UKT maupun SPI. Namun Yan mengaku tidak mengetahui detail biayanya. Dia hanya mengatakan bahwa biaya ujian tersebut harus dibayarkan langsung oleh mahasiswa yang bersangkutan.
Jaksa penuntut umum (JPU) kemudian menyampaikan kepada Yan Wisnu bahwa dana BOP disetorkan para mahasiswa PPDS Anestesiologi Undip kepada Sri Maryani. Biaya terkait ujian-ujian yang bukan diselenggarakan universitas nantinya dibayarkan Sri Maryani menggunakan dana BOP tersebut.
JPU kemudian bertanya kepada Yan Wisnu soal praktik tersebut. Menurut Yan Wisnu, pembayaran setiap ujian seharusnya dilakukan langsung oleh mahasiswa. "Tidak ada aturannya menyetorkan ke staf," ucapnya.
Sri Maryani adalah staf administrasi di Prodi PPDS Anestesiologi Undip. Dia adalah satu dari tiga terdakwa kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari.
Terdapat dua terdakwa lain dalam kasus dugaan perundungan serta pemerasan almarhumah Aulia Risma Lestari, yaitu Taufik Eko Nugroho dan Zara Yupita Azra. Taufik adalah eks ketua Prodi PPDS Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip. Sementara, Zara adalah dokter residen atau senior.
Dalam persidangan yang digelar sejak 26 Mei 2025 lalu, selain pungutan BOP sebesar Rp80 juta, terungkap pula bahwa setiap mahasiswa semester 1 mengumpulkan iuran antara Rp10 hingga Rp20 juta per bulan. Sebagian besar dana atau iuran yang terkumpul digunakan untuk memenuhi kebutuhan senior, mulai dari makan, pengerjaan tugas akademik, penyediaan mobil, hingga memfasilitasi kegiatan rekreasi olahraga.