Era Transisi Energi Kolaborasi Global Untuk Teknologi Penyimpanan Jadi Kunci

3 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar dengan lebih dari 17 ribu pulau dan populasi sekitar 280 juta jiwa, memiliki potensi besar di sektor energi terbarukan seperti tenaga surya sebesar 3.294 gigawatt (GW) dan tenaga angin 155 GW. Saat ini, Indonesia tengah berada dalam fase transisi energi dari ketergantungan pada bahan bakar fosil menuju energi bersih.

Hingga 2023, bauran energi nasional Indonesia masih didominasi oleh batu bara sekitar 60 persen, sedangkan energi terbarukan baru mencapai sekitar 15 persen. Pemerintah menargetkan kontribusi energi terbarukan meningkat menjadi 23 persen pada 2025 dan 30 persen pada 2030, sejalan dengan komitmen global Indonesia mencapai net-zero emissions pada 2060.

CEO Seven Event Andy Wismarsyah mengatakan, EESA Summit Indonesia 2025 merupakan momentum penting untuk mempertemukan para pemangku kepentingan dari China dan Indonesia dalam mendukung agenda transisi energi. "Kami percaya, kerja sama lintas negara seperti ini akan mempercepat adopsi teknologi baru dan memperkuat ekosistem energi bersih di Indonesia," ujar Andy dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Secretary-General EESA Rene Duan menyebut Indonesia sebagai salah satu negara paling menarik di dunia dalam pengembangan energi bersih. “Melalui EESA Summit, kami ingin menjadi jembatan bagi kolaborasi yang lebih erat antara pelaku industri di China dan Indonesia, untuk mewujudkan sistem energi masa depan yang berkelanjutan,” kata Rene.

Direktur Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna yang hadir mewakili Direktur Jenderal EBTKE Prof. Dr. Eng. Eniya Listiani Dewi, menyambut baik terselenggaranya EESA Summit 2025. Menurutnya, pemerintah terus mendorong pengembangan energi terbarukan melalui kebijakan, regulasi, standar nasional, pembinaan, pengawasan, serta fasilitasi kerja sama internasional.

“Kami sangat menyambut kolaborasi dengan China dalam penyimpanan energi di Indonesia, karena kami menyadari China sudah jauh lebih maju dalam teknologi penyimpanan energi,” ungkap Feby.

Zainal Arifin dari Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) yang menyoroti pentingnya sistem penyimpanan energi (ESS) dalam integrasi energi terbarukan yang bersifat intermiten, seperti tenaga surya dan angin. “ESS memegang peranan penting dalam memungkinkan penetrasi energi terbarukan yang lebih tinggi dalam jaringan listrik,” ujar Zainal.

Sementara itu, Ketua Masyarakat Konservasi dan Efisiensi Energi Indonesia (MASKEEI) Dr. Ir. Andhika Prastawa, menambahkan, teknologi Battery Energy Storage System (BESS) sangat krusial dalam upaya konservasi energi dan efisiensi sistem kelistrikan.

I Made Aditya S dari Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) berharap EESA Summit 2025 menjadi platform kolaborasi nyata antar perusahaan energi Indonesia dan China. “Harapan kami banyak perusahaan di Indonesia, terutama di sektor energi terbarukan, bisa menjalin kolaborasi dan kemitraan yang produktif dengan perusahaan dari China,” pungkas Aditya.

Read Entire Article
Politics | | | |