REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pulau Bali terus menunjukkan daya tariknya, tidak hanya sebagai destinasi wisata kelas dunia, tetapi juga sebagai pusat investasi properti yang menjanjikan. Kenaikan jumlah kunjungan wisatawan, baik lokal maupun mancanegara, mendorong lonjakan pembangunan properti di wilayah ini. Tak hanya warga negara Indonesia, warga negara asing (WNA) dari Rusia, Ukraina, Timur Tengah, Eropa, hingga Amerika, kini semakin aktif dalam bisnis properti di Bali.
Berdasarkan laporan Mordor Intelligence, nilai pasar properti Indonesia diproyeksikan mencapai 68,55 miliar dolar AS pada 2025 dan tumbuh hingga 90,96 miliar dolar AS pada 2030, dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) sebesar 5,82 persen. Kontribusi sektor properti terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional juga signifikan, yakni mencapai Rp 488,31 triliun pada 2022.
Di tengah tren tersebut, Bali menjadi episentrum baru investasi hunian global. Pemerintah Provinsi Bali menargetkan 17 juta kunjungan wisatawan sepanjang 2025, termasuk 6,5 juta wisatawan mancanegara, naik tipis dari realisasi 2024 yang mencapai sekitar 6,3 juta wisman.
Keindahan alam yang tak lekang waktu, budaya yang autentik, serta gaya hidup spiritual yang menyatu dengan alam menjadikan Bali magnet yang tak hanya menarik pelancong, tetapi juga investor. Hal ini pula yang mendorong kemunculan pengembang-pengembang asing dengan konsep hunian unik dan berkelanjutan, salah satunya CORE Concept Living.
Shanny Poijes, Founder & CEO CORE Concept Living, menjelaskan bahwa pandemi COVID-19 menjadi titik balik yang memperkenalkan pasar properti Bali kepada dunia dengan cara yang berbeda. Kemampuan bekerja dari mana saja melahirkan kebutuhan akan hunian yang fungsional namun tetap estetik.
Hal ini mendorong CORE Concept Living untuk meluncurkan proyek hunian bergaya Skandinavia pertama mereka di Bali. Konsep ini dikenal akan desainnya yang minimalis namun mewah, menekankan kepraktisan, keindahan bersih, serta penggunaan material alami seperti kayu dan batu dengan nuansa warna-warna netral seperti putih, krem, dan abu-abu.
Namun yang membuat CORE Concept Living berbeda bukan hanya arsitekturnya. Perusahaan ini juga mengusung prinsip keberlanjutan sebagai landasan utama. Semua unit hunian akan dilengkapi panel surya, sistem penghematan energi berbasis LED dan desain pasif, pengolahan air khusus, serta pengelolaan limbah yang ramah lingkungan.
"Ini adalah sesuatu yang lazim bagi orang Swedia, dan kami bangga dapat berkontribusi pada industri properti Bali dengan cara yang positif," kata Shanny.
Victoria Fernandez, Co-Founder CORE Concept Living menjelaskan dengan pendekatan desain yang menyatu dengan budaya lokal dan berorientasi pada kualitas jangka panjang, CORE Concept Living bertekad membangun hunian yang bukan hanya layak disewakan, tetapi juga diwariskan. Mereka melihat Bali sebagai kanvas sempurna untuk menghidupkan konsep hunian masa depan yang menyatukan estetika, keberlanjutan, dan nilai budaya.
“Melalui CORE, kami ingin menciptakan bukan sekadar properti, tapi tempat di mana keluarga bertumbuh, persahabatan tumbuh secara organik, dan kehidupan dijalani dengan selaras bersama alam,” tutup Shanny.