Gejolak Pasar dan Harga Minyak, Sudah Waktunya Intip Investasi Obligasi?

6 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah tajam 3,61 persen dalam sepekan ke level 6.907 pada Jumat (20/6/2025). Investor asing mencatatkan penjualan bersih (outflow) sebesar Rp4,6 triliun di pasar reguler, menambah tekanan pada pasar modal yang sudah rentan. Tekanan IHSG tak lepas dari kekhawatiran teknikal pasar. Posisi indeks telah menembus area psikologis 7.000 dan membentuk pola penurunan.

"Ada pattern double top pada timeframe daily IHSG dan hal ini dikonfirmasi pada perdagangan Jumat lalu bahwa area neckline dari double top sudah tertembus dan cenderung mengarah bearish," ujar Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas David Kurniawan dalam keterangan, Senin (23/6/2025).

Penyebab pelemahan pasar datang dari gabungan sentimen global dan domestik. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah masih menjadi perhatian. Presiden AS menunda aksi militer terhadap Iran untuk memberi ruang diplomasi dua pekan, namun harga minyak tetap fluktuatif di kisaran 75–78 dolar AS per barel.

Sementara itu, suku bunga acuan The Fed tetap bertahan di 4,25–4,50 persen. Namun pasar menganggap kebijakan tersebut tetap hawkish karena inflasi tinggi. Sebaliknya, Swiss dan Norwegia justru menurunkan suku bunga sebagai respons terhadap pelemahan mata uang dan tekanan ekonomi.

Di dalam negeri, Bank Indonesia menahan suku bunga di 5,50 persen untuk menjaga stabilitas rupiah. Tekanan nilai tukar muncul karena penguatan dolar AS dan ketidakpastian global.

Di tengah ketidakpastian ini, IPOT menilai penting bagi investor, khususnya masyarakat umum, untuk mulai mempertimbangkan diversifikasi aset. Selain saham, produk obligasi dinilai bisa memberikan perlindungan yang lebih stabil bagi dana investor.

"Geopolitik antara Israel-Iran masih krusial. Jika konflik mereda, minyak turun dan saham konsumen terangkat. Sebaliknya, jika eskalasi meningkat, pasar energi naik dan sektor pertahanan mendapat keuntungan," tegas David.

Menghadapi pekan perdagangan pendek 23–26 Juni 2025, karena libur Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah, IPOT menyarankan sejumlah langkah antisipatif. Salah satunya melalui produk IPOT Bond yang memungkinkan masyarakat membeli obligasi pemerintah dengan harga lebih terjangkau dan imbal hasil lebih tinggi.

Rekomendasi IPOT:

Saham BRPT (Barito Pacific Tbk) – Sektor energi terbarukan, entry di Rp1.500, target Rp1.600.

Secara teknikal sampai dengan saat ini BRPT bergerak dalam fase uptrend. Fase retrace dan konsolidasi ini memberikan area entry yang cukup baik dengan risiko yang terukur. Di sisi lain, pemerintah Indonesia di tahun 2025 menargetkan untuk mulai transisi ke energi yang bersih maka BRPT akan menjadi salah satu favorit.

2. Saham BBNI (Bank Negara Indonesia atau BNI) – Sektor perbankan, entry di Rp4.110, target Rp4.300.

Meskipun BBNI secara teknikal bergerak turun, saat ini adalah saat yang tepat di area support. Entry point di area sekarang memberikan risiko yang sangat terukur terdukung BI yang menahan suku bunga akan menjadi sentimen yang menarik bagi emiten perbankan.

3. Saham ISAT (Indosat Ooredoo Hutchison) – Sektor telekomunikasi, entry di Rp2.100, target Rp2.250.

Sampai dengan saat ini ISAT bergerak dalam tren yang sangat baik, terlihat dari candlestick terus bergerak di atas MA5. Jika area konsolidasi ini berhasil di-breakout dengan volume maka akan sangat menarik.

4. Obligasi FR0097

Obligasi pemerintah seri FR0097 menawarkan kupon tahunan 7,125 persen dan Yield to Maturity (YTM) 6,9 persen, sedikit di atas rata-rata obligasi negara 10 tahun (6,8 persen). Jatuh tempo obligasi ini pada 15 Juni 2043.

Langkah diversifikasi menjadi penting bagi masyarakat yang ingin menjaga nilai investasinya. Di tengah ketidakpastian global dan pasar saham yang fluktuatif, obligasi menjadi alternatif protektif yang mulai dilirik.

Read Entire Article
Politics | | | |