Gereja: 950 Warga Papua Tengah Mengungsi akibat Konflik TNI dan OPM

3 hours ago 6

REPUBLIKA.CO.ID, JAYAPURA — Kontak tembak pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM) di sejumlah perkampungan Papua Tengah memaksa masyarakat sipil mengungsi. Persatuan Gereja Indonesia (PGI), Selasa (20/5/2025) mengabarkan sedikitnya 950 warga yang berada di perkampungan Titigi dan Hitadipa di perbatasan Kabupaten Puncak dan Intan Jaya mengungsi atas situasi kontak-tembak yang hingga kini masih terjadi.

Kepala Biro PGI Papua Ronald Richard Tapilatu meminta agar kontak-tembak tersebut segera dihentikan untuk keselamatan warga. Menurutnya kontak tembak yang terjadi antara TNI, dan kelompok bersenjata Papua Merdeka kerap menjadikan warga biasa sebagai sasaran. “Kita minta semua ini (kontak tembak) segera dan harus dihentikan. Kita tidak ingin masyarakat biasa yang tidak tahu apa-apa menjadi korban,” ujar Ronald saat dihubungi Republika dari Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Hingga kini, kata Ronald masyarakat yang berada di dua perkampungan itu terus keluar dari kampung kelahirannya sendiri untuk mencari keselamatan. “Kita mencatat ada sekitar 950-an warga biasa yang menjadi jemaat tiga gereja di Titigi dan Hitadipa mencari selamat keluar dari kampung halamannya,” ujar Ronald. Kata Ronald, tak diketahui warga yang eksodus itu mencari perlindugan selamat ke wilayah mana. “Kita tidak tahu mereka mengungsi ke mana,” ujar Ronald. Tetapi, kata dia besar kemungkinan warga memilih untuk tinggal di hutan.

Ronald, pun menyampaikan dari laporan yang diterima PGI, kontak tembak antara pasukan keamanan dengan kelompok separatis menewaskan sekitar 19 orang. Namun dari tiga korban meninggal dunia tersebut sudah dipastikan adalah warga biasa. Bahkan dua korban meninggal dunia di antaranya adalah ibu-ibu yang merupakan pegiat gereja setempat. “Tiga yang menjadi korban itu dua di antaranya adalah penginjil yang tertembak mati. Dan satu bapak, yang merupakan kepala desa. Tidak mungkin mereka itu dikatakan TPNPB (separatis) karena ada surat keterangannya dari pemerintah daerah,” ujar Ronald.

Selain menimbulkan korban jiwa, tak sedikit yang mengalami luka-luka lainnya akibat tembak-menembak antara TNI dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) yang merupakan sayap bersenjata OPM. Ronald mengatakan tercatat satu korban perempuan dewasa bersama putrinya yang masih di bawah umur terkena tembakan, dan serpihan peluru. Kondisinya kata Ronald memang selamat. Tetapi memunculkan risiko traumatik yang tinggi atas keselamatan di kampung halamannya sendiri. “Yang luka-luka sudah selamat di bawa ke rumah sakit, dan yang lain mengungsi,” ujar dia.

Baku tembak antara TNI dengan kelompok bersenjata OPM terjadi sejak Rabu (14/5/2025) lalu di lima perkampungan Puncak, dan Intan Jaya. Lima perkampungan yang menjadi episentrum saling serang berada di Kampung Titigi, Kamung Ndugasiga, Kampung Jaindapa, Kampung Sugapa Lama, dan di Kampung Zanamba, juga di Kampung Hitadipa. Versi TNI mengatakan 18 orang tewas. Mereka yang tewas semuanya dicap sebagai bagian dari kelompok separatis. Sedangkan versi TPNPB-OPM mengatakan, hanya tiga anggotanya yang tewas. Sedangangkan korban meninggal lainnya, dikatakan adalah warga sipil biasa. 

TPNPB-OPM mengeklaim dalam baku serang tersebut, menewaskan beberapa personel TNI. Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengabarkan, Selasa (20/5/2025) hingga kini kontak tembak kelompoknya dengan TNI di sejumlah wilayah memang masih terus tersebut. Khusus di Hitadipa, dan di Titigi situasi militer yang tinggi memang memaksa warga untuk mengungsi. Gelombang pengungsian terbesar kata dia, terjadi sejak Ahad (18/5/2025) lalu ketika seribuan warga memilih masuk hutan untuk menyelamat diri. Pada Senin (19/5/2025), kata Sebby, sekitar 200-an warga kembali mengungsi ke Kota Sugapa.

“Warga biasa itu mengungsi dengan berjalan kaki ke hutan-hutan di antara Puncak, dan Intan Jaya. Mereka mencari perlindungan ada yang ke Kota Sugapa, dan ada yang cari keselamatan ke Boega,” ujar Sebby. Dan sejak kontak tembak terjadi sepanjang pekan lalu, hingga kini pasukan TNI mendirikan posko-posko militer di perkampungan warga. “Militer Indonesia menjadikan gereja-gereja, sekolah-sekolah, dan rumah-rumah warga jadi pos militer,” kata Sebby. Di Jakarta, Markas Besar (Mabes) TNI menegaskan, pendirian pos-pos militer di perkampungan tersebut untuk memberikan jaminan perlindungan terhadap masyarakat.

Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal (Mayjen) Kristomei Sianturi menerangkan, pasukan keamanan militer memastikan pemulihan situasi di perkampungan tersebut, untuk memberikan jaminan terhadap masyarakat setempat. “Pembangunan pos-pos militer itu bertujuan untuk melindungi masyarakat,” kata Mayjen Kristomei. Kata dia, keberadaan pasukan TNI di perkampungan juga untuk mempersempit ruang gerak kelompok separatis yang masih menjadi ancaman bagi warga setempat.

Read Entire Article
Politics | | | |