Gubernur: Atraksi Pukul Sapu Lidi Ajang Promosikan Budaya Maluku

6 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, AMBON -- Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa menyatakan atraksi pukul sapu lidi yang diselenggarakan oleh dua desa yakni Mamala dan Morela pada 7 Syawal setiap tahunnya menjadi ajang promosi budaya daerah itu.

“Momen kultural seperti ini menjadi daya tarik tersendiri untuk mempromosikan budaya Maluku sekaligus memiliki makna yang mendalam untuk mempererat ikatan persaudaraan," ujarnya.

Pasalnya dalam atraksi pukul sapu lidi tersebut juga menampilkan tarian-tarian lainnya seperti persembahan tari katreji dari Negeri Gandong Soya, tari reti, tari cakalele, dan tari saliwangi serta cerita sejarah Maluku yang mengisahkan tentang patriotisme dan persatuan.

"Atraksi budaya ini, memiliki nilai historis tersendiri yang menunjukkan tekad dan keberanian orang Maluku melawan penjajah, ini merupakan manifestasi dari Kapitan Tulukabessy dan para pejuang yang gagah berani,” tuturnya.

"Kita diajarkan rela mengorbankan seluruh jiwa dan raga untuk bangsa, serta berjiwa besar dan menjadi figur pemersatu rakyat, inilah yang harus dipertahankan," cakapnya.

Lewerissa melanjutkan sebagai warisan budaya leluhur, nilai tradisi ini harus terus tertanam dalam karakter anak-anak Maluku.

"Melalui momentum adat ini, mari renungkan dan perkuat nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun Maluku lebih baik lagi," katanya.

Pukul sapu lidi atau bakupukul manyapu dilakukan oleh pemuda yang dibagi dalam dua kelompok, yang mana setiap kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok akan saling mencambuk lidi ke badan satu sama lain.

Alat pukul dalam tarian ini adalah lidi dari pohon enau dengan panjang sekitar 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul dalam tradisi ini adalah dari dada hingga perut.

Berdasarkan sejarahnya tradisi pukul sapu lidi ini dikaitkan dengan perjuangan Kapitan Telukabessy dengan pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16.

Pasukan pimpinan Kapitan Telukabessy ini bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan VOC, meskipun pada akhirnya harus mengalami kekalahan dan Benteng Kapahaha berhasil ditaklukkan.

Untuk menggambarkan kekalahan tersebut, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk diri hingga berdarah. Pelaksanaan tradisi ini dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di Negeri Morela dan Mamala.*

sumber : Antara

Read Entire Article
Politics | | | |