Ilmuwan Kembangkan Sel Bahan Bakar yang Cukup Kuat untuk Luar Angkasa, Cukup Ringan untuk Penerbangan

1 hour ago 1
DALLEDALLE

Ilmuwan di Denmark telah memecahkan salah satu masalah tersulit dalam energi hijau: bagaimana membuat sel bahan bakar cukup ringan dan bertenaga untuk pesawat terbang dan bahkan misi luar angkasa.

Saat ini, pesawat hampir sepenuhnya bergantung pada bahan bakar jet.

Alternatifnya—baterai—terlalu berat. Untuk mengganti 70 ton bahan bakar jet dengan baterai litium-ion, sebuah pesawat membutuhkan sekitar 3.500 ton baterai.

Dengan kata lain, pesawat itu bahkan tidak akan bisa lepas landas. Sel bahan bakar telah lama dianggap sebagai pilihan lain, tetapi terlalu berat untuk digunakan dalam penerbangan. Hal itu mungkin akan segera berubah.

Sebuah tim peneliti dari DTU Energy dan DTU Construct telah mendesain ulang sel bahan bakar menggunakan pencetakan 3D.

Alih-alih tumpukan sel bahan bakar tradisional yang datar dan berat yang terbuat dari banyak komponen logam, mereka menciptakan struktur yang disebut "giroid".

Bentuk ini, yang ditemukan pada sayap kupu-kupu dan digunakan dalam rekayasa tingkat lanjut, memiliki luas permukaan yang sangat besar, sangat kuat, dan tetap ringan.

Dengan mencetak seluruh sel bahan bakar dari keramik dalam bentuk giroid ini, tim menghasilkan apa yang mereka sebut "Sel Oksida Padat Giroid Monolitik," atau singkatnya "Monolit."

Yang membuat Monolit istimewa adalah efisiensinya dibandingkan dengan beratnya. Ia menghasilkan daya lebih dari satu watt per gram—sesuatu yang belum pernah dicapai sebelumnya.

Inilah jenis kinerja yang telah lama ditunggu-tunggu oleh para insinyur kedirgantaraan.

Seperti yang dijelaskan oleh peneliti utama Venkata Karthik Nadimpalli, "Sampai saat ini, menggunakan sistem berbasis listrik seperti baterai atau sel bahan bakar untuk penerbangan tidaklah masuk akal. Namun, desain baru kami menunjukkan hal itu memungkinkan."

Manfaatnya tidak hanya pada pengurangan berat. Bentuk giroid memungkinkan gas mengalir lebih lancar, menyebarkan panas secara merata, dan menambah kekuatan mekanis.

Dalam mode elektrolisis, sel-sel tersebut bahkan menghasilkan hidrogen hampir 10 kali lipat kecepatan desain sebelumnya. Hal ini menjadikan perangkat ini tidak hanya bertenaga tetapi juga serbaguna.

Pengujian menunjukkan bahwa sel-sel baru ini mampu menangani kondisi sulit, seperti perubahan suhu mendadak hingga 100°C dan pergantian berulang antara menghasilkan listrik dan memproduksi hidrogen.

Sel-sel ini tetap utuh, tanpa retakan atau lapisan yang terkelupas. Ketahanan tersebut menjadikannya sangat berguna dalam misi luar angkasa.

Sebagai contoh, Eksperimen Mars Oxygen ISRU (MOXIE) NASA saat ini mengandalkan peralatan besar dengan berat lebih dari 6 ton untuk memproduksi oksigen dari atmosfer Mars.

Desain baru tim DTU dapat memangkas berat tersebut menjadi hanya 800 kilogram, sehingga secara drastis mengurangi biaya peluncuran.

Keunggulan lainnya adalah bagaimana sel bahan bakar baru ini dibangun. Desain tradisional membutuhkan banyak langkah, beberapa material, dan segel rapuh yang akan aus seiring waktu.

Di sisi lain, Monolith dicetak hanya dalam lima langkah, menggunakan struktur keramik tunggal. Hal ini membuatnya lebih sederhana, lebih tahan lama, dan berpotensi lebih murah.

Para peneliti yakin masih ada ruang untuk perbaikan. Penggunaan elektrolit yang lebih tipis, penggantian platinum yang mahal dengan logam yang lebih murah seperti nikel atau perak, dan pembuatan desain yang lebih ringkas dapat mendorong perkembangan teknologi ini lebih jauh.

Jika kemajuan ini terus berlanjut, sel bahan bakar keramik cetak 3D suatu hari nanti dapat menggerakkan pesawat terbang, pesawat ruang angkasa, dan bahkan sistem energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan di Bumi. Ini bisa menjadi terobosan yang akhirnya mewujudkan penerbangan berkelanjutan.

Read Entire Article
Politics | | | |