Oleh : Bagong Suyanto, dosen FISIP Unair dan anggota forum kolumnis kebijakan Bank Indonesia
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Independensi Bank Indonesia (BI) sedang dipertaruhkan. Ada indikasi independensi BI saat ini sedang berada di ujung tanduk. Sebagai bank sentral, peran BI kini tidak hanya memastikan stabilitas perekonomian, tetapi juga memiliki tugas untuk membantu mendorong pertumbuhan ekonomi via intervensi makroprudensial. Inilah yang dikhawatirkan para pengamat. Sebab dengan posisinya yang sekarang ini, BI bukan tidak mungkin terlibat dalam peran yang tidak berbeda dengan para eksekutif pemerintahan.
Saat ini, tanda-tanda independensi BI mulai bermasalah paling-tidak dapat dilihat dari tiga hal berikut: Pertama, ketika BI dan pemerintah harus berbagi beban menghadapi kebutuhan dana pembangunan. Selama ini, melalui skema burden sharing, BI diminta untuk ikut menanggung beban ekonomi pemerintah. Salah satu hal yang dilakukan adalah dengan skema pembelian surat utang negara (SBN) oleh BI di pasar primer. Tidak main-main, sepanjang 2020 hingga 2022, misalnya tidak kurang dari Rp 1.400 triliun dana digelontorkan BI kepada pemerintah melalui skema ini. Ada kesan, skema burden sharing ini dilihat sebagai cara cepat bagi pemerintah untuk bisa mendapatkan fresh money untuk membiayai program-program pemerintah yang mahal.
Kedua, langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menarik dana cadangan pemerintah sebesar Rp 200 triliun dari BI, misalnya, makin meruncing tudingan akan adanya gelagat intervensi dari pemerintah terhadap bank sentral. Meski langkah Menkeu baru dimaksudkan untuk kembali menggairahkan aktivitas perekonomian masyarakat. Tetapi, dari peristiwa ini terlihat BI seolah tidak banyak berdaya.
Ketiga, berkaitan dengan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang kini telah bergulir di DPR. Dalam rencana yang telah beredar di media, sejumlah pasal yang ditambahkan memang menimbulkan kecurigaan adanya rencana DPR yang ingin mengintervensi independensi BI. Beberapa pasal yang ditambahkan, di antaranya adalah soal kewenangan DPR untuk mengevaluasi dan memberhentikan anggota Dewan Gubernur BI yang dinilai kinerjanya tidak memuaskan, serta arahan bagi BI untuk menghidupkan sektor ekonomi riil.
Resiko
Sebagai bank sentral, posisi BI idealnya benar-benar steril dari intervensi kekuasaan, baik dari kalangan wakil rakyat maupun pemerintah. Di banyak negara, posisi bank sentral umumnya independen agar tidak terseret dalam tarik-ulur kepentingan politik yang terkadang tidak sehat. Meminta BI ikut terlibat dalam tugas-tugas eksekutif tidak akan berdampak baik dan tidak lazim karena di berbagai negara umumnya bank sentral memang hanya berfokus pada upaya untuk menjaga stabilitas.
Dalih DPR merubah sejumlah pasal dalam UU P2SK untuk memperkuat akuntabilitas BI dan sekaligus melakukan pengawasan terhadap lembaga bank sentral ini, sangat beresiko mengganggu independensi BI. Idealnya, tugas BI adalah untuk menjaga stabilitas rupiah. Jika perubahan sejumlah pasal dalam UU P2SK benar-benar disetujui, maka cepat atau lambat akan kian menekan posisi BI dalam melaksanakan mandat utamanya dalam menjaga stabilitas. Dengan kata lain, BI bukan tidak mungkin akan terjerumus terlalu masuk dan didorong untuk ikut mendanai program pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi melalui berbagai cara yang sebetulnya berisiko memicu inflasi.
Sebagai bank sentral, BI sesungguhnya harus selalu menghindari konflik kepentingan dalam menjalan tugas dan wewenangnya, serta memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik dan tekanan kekuatan komersial. Tidak sedikit pengamat yang mengkhawatirkan, jika revisi UU P2SK nanti benar-benar digedok, maka akan berpotensi membuka ruang intervensi politik terhadap bank sentral, yang seharusnya independen dari tekanan kekuasaan.
Meski mungkin terkesan harmonis dan kerjasama yang baik, tetapi membiarkan independensi BI diintervensi kepentingan politik, maka dampaknya akan dapat merusak kredibilitas BI dan mempengaruhi stabilitas moneter serta kepercayaan pasar. Belajar dari pengalaman di sejumlah negara, posisi bank sentral yang tidak independen umumnya akan mempengaruhi penilaian banyak pihak terhadap posisi bank sentral. Bahkan, yang dikhawatirkan ketika independensi bank sentral diragukan, maka konsekuensinya kondisi stabilitas perekonomian akan terganggu.
Marwah BI
Keterlibatan BI dalam skema pembagian beban pembiayaan dengan pemerintah, Di satu sisi harus diakui dapat meringankan beban fiskal negara, terutama saat menghadapi krisis atau kebutuhan pembiayaan besar. Tetapi, cara kerja BI yang terbuka diintervensi pemerintah dan kekuatan politik lain ini sesungguhnya dalam jangka menengah dan panjang akan beresiko kontra-produktif.
Untuk mencegah agar intervensi berbagai pihak tidak mempengaruhi independensi BI, selain dibutuhkan pengaturan hukum yang benar-benar jelas, yakni yang menjamin serta melindungi BI dari intervensi pemerintah atau pihak lain, yang tak kalah penting BI juga harus memiliki struktur organisasi yang independen. Selain itu, BI dalam menjalankan wewenangnya juga harus benar-benar transparan dan dapat dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya.
Kasus dugaan korupsi dana CSR yang ditengarai melibatkan orang dalam BI, bagaimanapun akan menjadi celah yang merugikan reputasi BI sendiri di mata pasar maupun investor. Sebagai bank sentral, posisi BI seharusnya steril dari cacat moral yang beresiko menyebabkan pihak-pihak tertentu mempertanyakan integritas BI sebagai sebuah lembaga. Kasus korupsi yang terjadi di BI harus benar-benar ditangani secara transparan, terutama untuk mengembalikan kepercayaan publik, pasar dan investor.
Seorang pengamat menyatakan bahwa independensi BI kini tidak boleh lagi kembali seperti era Dewan Moneter pada saat Orde Baru. Membuka kembali peluang BI seperti masa lalu akan menyebabkan harga yang dibayar terlalu mahal, terutama bagi nilai tukar rupiah dan juga bagi peran BI dalam melakukan pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas perekonomian.
Sebagai wakil rakyat, DPR seyogianya tidak tergoda untuk melakukan intervensi dan mengganggu independensi bank sentral. Demikian pula pemerintah sebaiknya juga tidak melibatkan BI dalam upaya mensukseskan program-program yang digulirkan di tingkat praksis. Di tengah kondisi perekonomian nasional yang tidak baik-baik saja, yang dibutuhkan Indonesia adalah bagaimana membangun reputasi dan merebut kembali kepercayaan pasar dan investor. Ini membutuhkan kesediaan semua pihak untuk mengembalikan marwah dan independensi BI. Bagaimana pendapat anda?