REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Penggunaan kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) menjadi salah satu strategi utama dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Electric vehicle dinilai lebih ramah lingkungan dibanding kendaraan berbahan bakar fosil karena tidak menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx), atau partikel lain yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar.
Penggunaan electric vehicle kini mulai diperluas untuk sektor sawit. Masuknya electric vehicle sebagai alat transportasi di perkebunan sawit dinilai sebagai langkah inovatif guna membantu mengurangi dampak lingkungan dan mendukung keberlanjutan sektor ini. Dalam skala besar, penggunaan electric vehicle menjadi manuver untuk mewujudkan mimpi besar industri kelapa sawit demi mencapai Net Zero Emissions.
“Saat ini masih dalam tahap awal, kita uji coba dengan menggunakan penggantian dari kendaraan konvensional jadi electric vehicle. Kita berharap seiring berjalannya waktu, teknologinya akan semakin maju sehingga mimpinya sebagian besar alat yang kita pakai di perkebunan khususnya truk-truk yang dipakai itu diganti menjadi EV,” jelas Luwy Leunufna, Direktur Tunas Sawa Erma (TSE) Group lewat keterangan tertulis, Kamis (24/4/2025).
Luwy menambahkan, rencananya electric vehicle akan digunakan untuk menunjang akivitas perkebunan, mulai dari pengangkutan tandan buah segar hingga operasional pekerja di wilayah perkebunan.
Berdasarkan angka inventarisasi GRK (Gas Rumah Kaca) jika TSE Group memakai 2 juta liter diesel hanya untuk truk saja, maka ini sama dengan emisi kurang lebih 4.000 ton CO2e. Dengan kata lain, hanya dengan mengganti truk pengangkut buah yang saat ini menggunakan diesel ke kendaraan listrik, TSE Group diperkirakan dapat mengurangi emisi gas rumah kaca hingga sekitar 4.000 ton per tahun.
Luwy mengungkapkan, komitmen untuk menurunkan emisi ini sudah dilakukan sejak tahun 2023, di mana TSE Group berkomitmen menggunakan Science Based Targets initiative (SBTi) sebagai standar untuk menetapkan target Net Zero Emissions. Dengan menggunakan SBTi, perusahaan akan menetapkan target emisi dengan hal-hal yang dibutuhkan untuk membatasi pemanasan global di bawah 1,5°C.
“Kita harus punya kebijakan yang kuat dan komitmen yang kuat. Komitmen yang kuat bukan soal komitmen internal saja tapi kita komunikasikan ke stakeholder yang lain. Jadi semua pihak akan melihat apakah kita sungguh-sungguh dan konsisten untuk menerapkan komitmen itu. Komitmen NDPE sudah kita umumkan dan bisa dilihat di website kami. Komitmen tersebut turunannya banyak. Kami bukan hanya membuat policy, tapi juga standar-standar bahkan di tingkat operasional apa saja hal-hal yang harus kita perhatikan, kita implementasikan di seluruh bagian untuk mendukung komitmen di tahun 2050 NZE bisa terwujud di TSE,”ujar Luwy.
Lewat komitmen ini perusahaan juga akan mengikuti aturan pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan berkontribusi terhadap target Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. NDC Indonesia adalah komitmen nasional untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 dibandingkan dengan skenario business as usual, atau sebesar 41% dengan bantuan internasional.