Peta Selat Hormuz. Parlemen Iran dikabarkan telah setuju untuk menutup jalur strategis pengiriman minyak tersebut setelah AS melancarkan serangan ke fasilitas nuklir Iran.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Marco Rubio meminta China mendorong Iran agar tidak menutup Selat Hormuz. Parlemen Iran dikabarkan telah setuju untuk menutup jalur strategis pengiriman minyak tersebut setelah AS melancarkan serangan ke fasilitas nuklir Iran.
"Saya mendorong Pemerintah China di Beijing untuk menghubungi mereka (Iran) tentang hal itu (potensi penutupan Selat Hormuz), karena mereka sangat bergantung pada Selat Hormuz untuk minyak mereka," kata Rubio ketika diwawancara Fox News dalam program "Sunday Morning Futures with Maria Bartiromo” pada Ahad (22/6/2025).
Dia pun memperingatkan Iran agar tak menutup Selat Hormuz. Menurut Rubio, hal tersebut akan menjadi kesalahan besar. "Itu adalah bunuh diri ekonomi bagi mereka jika mereka melakukannya. Dan kami memiliki opsi untuk mengatasinya," ujarnya.
Rubio menilai, negara-negara lain juga harus mempertimbangkan cara untuk menghadapi skenario jika Selat Hormuz ditutup oleh Iran. "Negara-negara lain juga harus mempertimbangkannya. Itu akan merugikan ekonomi negara lain jauh lebih buruk daripada ekonomi kita," ucapnya.
Menurut Rubio, jika Iran menutup Selat Hormuz, hal itu bakal menjadi eskalasi besar-besaran yang akan membutuhkan respons dari AS dan negara-negara lain. Terkait pernyataan Rubio, Kedutaan Besar China di Washington belum memberikan tanggapan.
Terkait serangan militer ke fasilitas nuklirnya, Iran sudah sesumbar akan melancarkan balasan ke AS. Namun Rubio memperingatkan agar Teheran tidak mengambil langkah demikian. Rubio menekankan, aksi balasan bakal menjadi kesalahan terburuk yang dilakukan Iran.
Parlemen Iran dilaporkan telah menyetujui penutupan Selat Hormuz. "Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup, namun keputusan akhir mengenai hal ini ada di Dewan Keamanan Nasional Tertinggi," kata Komandan Garda Revolusi Ismail Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen.