REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terus memantau pelaksanaan haji 1446 H/2025 M. Menurut data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Bidang Kesehatan (Siskohatkes) hingga 23 Mei 2025, sebanyak 53 orang jamaah haji RI wafat di Tanah Suci.
Dari jumlah tersebut, 19 orang di antaranya meninggal dunia usai mengalami serangan jantung. Mereka diketahui mengidap penyakit penyakit jantung iskemik akut dan shock cardiogenic.
Becermin dari data tersebut, Kemenkes RI terus mengimbau jamaah haji Indonesia agar tidak memaksakan diri dalam beribadah di Tanah Suci. Peringatan tersebut khususnya ditujukan kepada para lansia dan jamaah yang memiliki komorbiditas.
Tim Visitasi Kesehatan, dr Agus Sulistyawati mengatakan, insiden kematian akibat penyakit jantung menjadi sorotan utama Kemenkes RI. Sebab, tak sedikit jamaah haji RI yang memiliki kondisi fisik rentan.
Terlebih lagi, adanya aktivitas yang padat selama musim haji. Begitu pula dengan kemungkinan perubahan cuaca yang ekstrem di Tanah Suci.
"Sebagian besar jamaah haji yang wafat memiliki riwayat penyakit jantung sebelumnya dan komorbid, serta kurang mengontrol diri untuk membatasi aktivitas fisik mereka," kata dr Agus, dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu (24/5/2025).
Kepala Pusat Kesehatan Haji, Liliek Marhaendro Susilo, mengaku turut prihatin. Ia pun meminta jamaah haji agar mempersiapkan kondisi fisik jelang puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Itu akan berlangsung sejak 4 Juni 2025.
"Para jamaah, terutama yang lansia atau memiliki penyakit penyerta--seperti jantung, hipertensi, dan diabetes--untuk mengurangi ibadah sunah yang membutuhkan pengerahan tenaga ekstra," ujar Liliek.
Ia mencontohkan beberapa ibadah sunah yang membutuhkan pengerahan tenaga ekstra. Misalnya, umrah sunah atau tawaf sunah berulang kali. Jamaah juga diminta menghindari jalan kaki dengan jarak jauh, baik menuju Masjidil Haram di Makkah ataupun Masjid Nabawi di Madinah. Wisata ziarah pun sebaiknya ditunda bila sampai menyebabkan kelelahan fisik.