REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PT Krakatau Steel (Persero) Tbk melaporkan sejumlah langkah pemulihan dan restrukturisasi bisnis dalam Public Expose Insidentil yang digelar di Jakarta, Jumat (11/7/2025). Dalam kesempatan tersebut, manajemen perusahaan menyampaikan perkembangan operasional, kinerja keuangan, dan arah strategi ke depan di tengah tekanan yang masih membayangi industri baja nasional.
Direktur Utama Krakatau Steel Muhammad Akbar mengatakan perseroan tengah menjalankan transformasi bisnis berbasis prinsip meritokrasi, pragmatisme, dan transparansi. Ia menekankan pentingnya membangun kembali kepercayaan pemangku kepentingan terhadap perusahaan yang tengah berupaya keluar dari tekanan finansial.
“Krakatau Steel tidak hanya fokus memproduksi baja, tapi juga membangun kepercayaan,” ujar Akbar.
Komisaris Utama Krakatau Steel Hendro Martowardojo menyebut perusahaan menghadapi tantangan berat, baik dari sisi keuangan maupun daya saing industri. Ia menekankan perlunya efisiensi, kemitraan strategis, dan penyehatan keuangan sebagai langkah utama yang tengah dijalankan perusahaan.
“Kita percaya ada tiga hal fundamental yang harus diperbaiki, yaitu kondisi keuangan, efisiensi melalui joint venture, dan hubungan dengan mitra,” ucap Hendro.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Daniel Fitzgerald Liman melaporkan pabrik Hot Strip Mill (HSM) milik Krakatau Steel telah kembali beroperasi setelah program pemulihan. Fasilitas ini menjadi penopang utama kapasitas produksi, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
“Fasilitas utama berupa pabrik HSM sudah dapat beroperasi kembali pasca-recovery,” kata Daniel.
Daniel juga menyampaikan kinerja Krakatau Steel hingga Maret 2025. Volume pengiriman tercatat sebesar 226 ribu ton dengan pendapatan 234,8 juta dolar AS. Namun, perusahaan masih mencatatkan rugi bersih sebesar 45,4 juta dolar AS. Faktor penyebabnya antara lain masa ramp-up pabrik, upaya penetrasi kembali ke pasar, serta beban keuangan yang tinggi.
Total aset perseroan tercatat sebesar 2,913 juta dolar AS, dengan liabilitas 2,497 juta dolar AS dan ekuitas 421 juta dolar AS. Kondisi ini menjadi dasar bagi perusahaan untuk melanjutkan restrukturisasi keuangan melalui skema Rencana Penyehatan Keuangan (RPK). Manajemen berharap dapat memperoleh relaksasi tenor dan penurunan suku bunga untuk memperbaiki margin laba.
Dalam upaya efisiensi, Krakatau Steel merencanakan optimalisasi kapasitas pabrik, pemangkasan biaya fasilitas tidak produktif, dan pembentukan modal kerja. Perusahaan juga tengah menjajaki kerja sama dengan sejumlah mitra terkait pengadaan bahan baku, pengembangan kawasan industri, dan penyediaan energi.
Selain itu, Krakatau Steel merancang ekspansi usaha melalui anak perusahaan di sektor pelabuhan, pengelolaan air, dan pengembangan kawasan industri di luar Cilegon. Daniel juga menyebut perusahaan akan memanfaatkan peluang dari kerja sama Indonesia dengan BRICS untuk penguatan industri baja dan pasokan bahan baku.